TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Mahkamah Agung mengaku menggunakan uang pribadinya untuk membenahi kantor. Dia mengaku tak bisa menunggu proses birokrasi pencairan anggaran negara, sementara ruang kerjanya berantakan.
“Saya mau bekerja cepat, tapi tidak mau menabrak aturan,” katanya kepada Tempo. Laporan lengkap mengenai perseteruan Nurhadi dengan Hakim Agung Gayus Lumbuun dimuat di majalah Tempo edisi Senin, 12 November 2012. Laporan lengkapnya bisa dibaca di sini.
Baca juga:
Menurut Nurhadi, sepanjang uang yang dia hibahkan bukan hasil korupsi dan bukan "titipan" orang lain, tidak ada pelanggaran hukum. “Itu uang pribadi hasil kerja keras saya sebagai pengusaha. Saya bekerja di sini. Barang pribadi saya bawa ke sini. Apa itu salah?” katanya.
Nurhadi berkali-kali menegaskan bahwa dia pengusaha sarang walet yang sukses. Dia sudah merintis usaha itu sejak 1981, enam tahun sebelum dia diterima menjadi pegawai Mahkamah Agung. Sekarang, rumah waletnya tersebar di Tulungagung, lalu Kediri, Mojokerto, dan Karawang.
Pada masa keemasannya, harga satu sarang burung walet bisa mencapai Rp 30 juta per kilogram. “Saat itu, saya bisa jual minimal 50 kilogram setiap dua bulan,” kata Nurhadi.
Meski begitu, Nurhadi mengakui profil pendapatannya sebagai pegawai negeri tak sebanding dengan kekayaannya. “Sebagai eselon I, gaji pokok dan remunerasi saya hanya Rp 18 juta per bulan,” kata Nurhadi.
JAJANG JAMALUDIN, SUKMA N. LOPIES
Berita Terpopuler:
Soedirman dan Keris Penolak Mortir
Soedirman, Kisah Asmara di Wiworo Tomo
Cerita Kesaktian Soedirman
Soedirman, Bapak Tentara dari Banyumas
Soedirman, Sang Jenderal Klenik