TEMPO.CO, Jakarta - Soedirman adalah seorang perokok kelas berat. Ia merokok sejak remaja. Rokok kreteknya tak bermerek. Tingwe alias nglinthing dewe, artinya meramu sendiri. Sepulang bergerilya, kondisi kesehatan Soedirman memburuk. Ia masuk Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.
Majalah Tempo, Senin 12 November 2012 menurunkan edisi khusus Jenderal Soedirman, Bapak Tentara dari Banyumas. Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, 63 tahun, putra bungsu Soedirman, ingat cerita ibunya, Siti Alfiah, bagaimana saat sakit bapaknya tetap ingin merokok.
"Bapak dipaksa berhenti merokok oleh dokter. Karena perokok berat, Bapak tak bisa benar-benar meninggalkan rokok. Bapak meminta Ibu merokok dan meniupkan asap ke mukanya."
Menurut Teguh, belakangan ibunya menjadi perokok. "Barangkali terdengar konyol, tapi Ibu berprinsip menaati perintah Bapak," katanya.
Pada Ahad pagi, 29 Januari 1950, setelah lama terkulai lemas sejak Oktober di rumah peristirahatan tentara di Magelang, mendadak wajah Soedirman tampak cerah. Pagi itu, Ahmad Yani, Gatot Soebroto, serta beberapa petinggi militer dan sipil hadir. Tidak diketahui apa yang dibicarakan.
"Waktu itu, menurut Ibu, tiba-tiba terdengar suara kaleng dan botol pecah mendadak. Bersamaan dengan itu, bendera di halaman melorot setengah tiang. Sampai Ibu bilang ke beberapa pengawal, ’Ah, itu hanya angin’."
Setelah salat Magrib, sebagaimana didengar dari Alfiah, Soedirman memanggil istrinya ke kamar. Di dalam, dia berkata, "Bu, aku sudah tidak kuat. Titip anak-anak. Tolong aku dibimbing tahlil.” Alfiah menuntunnya mengucap Laa Ilaha Illallah dan Soedirman mengembuskan napas terakhirnya.
TIM TEMPO
Baca juga:
Soedirman, Bapak Tentara dari Banyumas
Bekas Kamar Jenderal Sudirman Bertarif Rp 5 Juta
Jatuh Korban, Napak Tilas Soedirman Dievaluasi
Ribuan Warga Napaktilasi Gerilya Soedirman
SBY Minta Monumen Soedirman Terbuka untuk Umum
Patung dan Rumah Eks Soedirman Jadi Hak Ahli Waris Roto Suwarno