TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyurati Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Direktur Kerja Sama dan Promosi Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, Timbul Sinaga, mengatakan surat itu berisikan permohonan agar materi hak kekayaan intelektual masuk dalam kurikulum baru.
"Tujuannya mengedukasi agar anak didik lebih menghargai kreativitas," kata Timbul seusai acara seminar "Hak Kekayaan Intelektual untuk Indonesia yang Lebih Baik", Rabu petang, 7 November 2012. Ia berharap Kementerian Pendidikan segera membalas surat dari instansinya.
Ketua Umum Masyarakat Indonesia Antipemalsuan, Widyaretna Buenastuti, mengatakan pembelajaran tentang hak kekayaan intelektual harus diajarkan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Metode yang digunakan tergantung dengan tingkatan pendidikannya.
"Tapi semua harus diajarkan dengan fun dan bukan sekadar hafalan," kata Widya.
Timbul menuturkan kebiasaan orang Indonesia menganggap biasa hasil karya orang lain. Ketika tidak menghargai karya orang lain, kata Timbul, pemalsuan akan marak terjadi di Indonesia. Pemalsuan sangat berbahaya bagi pencipta dan penikmat sebuah karya. Akibatnya, orang akan malas berinovasi.
Produk pemalsuan atas kekayaan intelektual berpotensi menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Contohnya, peredaran produk palsu, menurut survei Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia pada kuartal ketiga 2010, berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 2 persen. Ini mengancam pengurangan lapangan kerja hingga 80 juta orang.
SUNDARI
Berita lain:
Dahlan Akui Ada Oknum Kabinet Ingin Mendepaknya
Dahlan Bilang Tidak Apa-apa Dituntut Sumaryoto
Kicau Kemenangan Obama Terpopuler Sepanjang Masa
Di Istana, Mega-SBY Belum Juga Bertegur Sapa
Alasan Pengusaha Enggan Naikkan Upah Buruh