TEMPO.CO, Jakarta--Bangunan di Jalan Kramat Raya Nomor 106 menjadi saksi bisu dibacakannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Gedung ini merupakan pemondokan untuk pelajar dan mahasiswa waktu itu. Bagaimana kehidupan kos para pemuda saat itu?
Dalam Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda, gedung Kramat 106 menjadi tempat tinggal pelajar yang tergabung dalam Jong Java sejak 1925. “Mereka kebanyakan pelajar Sekolah Pendidikan Dokter Hindia alias Stovia,” seperti dikutip artikel Jejak Samar Bapak Kos Dokter Politik dari Timur di majalah Tempo, 2 November 2008.
Tercatat Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, Mohammad Tamzil, atau Assaat dt Moeda, pernah tinggal di sana.
Para pelajar menyewa gedung itu dengan tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara dengan 40 liter beras waktu itu. Mereka memiliki pekerja yang mengurus rumah yang dikenal dengan nama Bang Salim.
“Tamu yang menginap tidak dikenai bayaran, tapi harus mengusahakan makanannya sendiri,” kata Dr Raden Soeharto, kostjongen dan peserta Sumpah Pemuda dalam buku Bunga Rampai, 50 Tahun Soempah Pemoeda.
Aktivis Jong Java menyewa bangunan 460 meter persegi ini karena kontrakan sebelumnya di Kwitang terlalu sempit untuk menampung kegiatan mereka. Anggota Jong Java dan mahasiswa lainnya menyebut gedung ini Langen Siswo.
Sejak 1926, penghuni gedung ini makin beragam dari berbagai daerah. Pun kegiatannya. Selain kesenian, mahasiswa di gedung ini aktif dalam kepanduan dan olahraga.
Penghuni Kramat 106 juga sering berdiskusi soal konsep persatuan nasional. Gedung ini pun menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), yang berdiri pada September 1926, usai kongres pemuda pertama. Penghuni kontrakan, dengan payung PPPI, sering mengundang tokoh, seperti Bung Karno, untuk berdiskusi. Tema perbincangan misalnya mencari bentuk negara ideal bagi Indonesia.
Di gedung ini juga muncul majalah Indonesia Raya, yang dikelola PPPI. Karena sering dipakai kegiatan pemuda yang sifatnya nasional, para penghuni menamakan gedung ini Indonesische Clubhuis, tempat resmi pertemuan pemuda nasional. Sejak 1927, mereka memasang papan nama gedung itu di depan. Padahal Gubernur Jenderal H.J. de Graff sedang menjalankan politik tangan besi.
Pada 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia mendeklarasikan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II di bangunan yang terletak di Jalan Kramat Raya Nomor 106 ini.
Kegiatan pemuda dialihkan ke Jalan Kramat 156 setelah para penghuni Kramat 106 tidak melanjutkan sewanya pada 1934.
PDAT| EVAN| KODRAT
Baca juga:
Edisi Khusus Tempo.co Sumpah Pemuda
Hatta, Motor Perjuangan Pemuda di Belanda
Hatta dan Kata Indonesia
Wawancara A. Simanjuntak, Pengarang Bangun Pemudi Pemuda
Naskah Sumpah Pemuda Tak Orisinal?
Kenapa Sukarno Ubah Sumpah Pemuda?