TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi tetap meminta alokasi dana untuk pembangunan gedung baru kepada Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Permintaan itu diajukan lantaran upaya mencari pinjaman gedung milik pemerintah belum mendapatkan hasil, sedangkan kebutuhan kantor untuk menunjang aktivitas KPK sudah sangat mendesak.
"Kami kembali mengajukan izin pembangunan gedung KPK," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR di kompleks parlemen, Senayan, Kamis, 11 Oktober 2012. Menurut Zulkarnain, permohonan pembangunan gedung sudah diupayakan oleh KPK sejak 2008. Dalam pagu anggaran 2013, pembangunan gedung KPK dialokasikan sebesar Rp 72,8 miliar.
Zulkarnain menjelaskan, permintaan dana untuk gedung baru KPK pada 12 Juni 2008 bersifat tambahan, dengan jumlah Rp 187,9 miliar. Namun permintaan ini tidak disetujui oleh Komisi Hukum DPR. Pada 4 Desember 2008, KPK kembali mengajukan permohonan dana pembangunan gedung sebesar Rp 90 miliar.
Dari jawaban yang diperoleh, alokasi anggaran ini harus dikoordinasikan dengan Komisi Hukum. Pada 2010, upaya untuk membangun gedung, atas permintaan Komisi Hukum, diganti menjadi upaya untuk mencari gedung pemerintah yang tidak digunakan.
Komisi Hukum lantas memberi tanda bintang kepada anggaran pembangunan gedung KPK, yang berarti belum disetujui. Pada Desember 2011, KPK pernah mengajukan permohonan kepada pemimpin DPR agar menghapus tanda bintang itu. Hasilnya nihil.
Upaya terakhir dilakukan pada 5 September 2012. KPK mendesak Komisi Hukum membuka blokade terhadap dana pembangunan gedung. "Saran untuk mendapatkan gedung alternatif benar-benar belum berhasil," kata Zulkarnain.
Mendengar permohonan dari anggota KPK ini, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Muhammad Nasir Djamil balik bertanya, "Ke mana bantuan publik untuk membangun gedung KPK? Berapa jumlahnya dan disimpan di mana?" ujar politikus dari Partai Keadilan Sejahtera itu. Yang dimaksudkan dengan bantuan publik adalah gerakan saweran yang digalang oleh aktivis antikorupsi pada Juli lalu.
Dana tersebut dikumpulkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan LBH Jakarta. Dua lembaga swadaya masyarakat ini kemudian didaulat sebagai Koordinator Koalisi Saweran Gedung KPK. Koalisi itu memberikan batasan maksimal nominal sumbangan Rp 10 juta per orang dan uang yang terkumpul tidak diberikan kepada KPK. Bantuan publik itu jumlahnya sekitar Rp 300 juta dan tersimpan di rekening ICW.
WAYAN AGUS PURNOMO
Berita terkait:
Penyumbang Siapkan Batu Pertama Gedung KPK
KPK Diimbau Laporkan Dana Saweran Gedung
KPK Disarankan Buat Kantor di Luar Jakarta
Putri Gus Dur Jadi Relawan Saweran Gedung KPK
Pemulung Ikut Sumbang Gedung KPK