TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa DPR RI, Nova Riyanti Yusuf, mengatakan RUU yang dia usulkan itu terhambat pembahasanya. Ia sudah mengirim surat kepada kelompok fraksi di Komisi Bidang Kesehatan untuk mengusulkan nama anggota panja sejak sebulan lalu. "Namun, sampai sekarang belum ada nama yang diusulkan," kata Nova ketika dihubungi pada Ahad, 7 Oktober 2012.
Nova membenarkan RUU itu merupakan inisiatifnya. Politikus dari Demokrat ini sudah berjuang selama tiga tahun sejak 2009 agar RUU ini menjadi prioritas pembahasan. Meski begitu, Nova berharap anggota komisi lain juga ikut aktif merampungkan rancangan tersebut. Bagi ia, sebagus apa pun rancangan tidak akan bisa disusun naskahnya dan disahkan untuk masyarakat tanpa ada dukungan dari seluruh pemangku kepentingan.
Selain karena belum mendapatkan anggota panja, kata Nova, terhambatnya RUU Kesehatan Jiwa disebabkan saat ini sedang ada pembahasan APBN 2013. “Tiga minggu ini kami fokus ke APBN 2013,” kata wakil ketua Komisi IX ini. Saat ini RUU tersebut dalam pembahasan di Biro Perancangan Undang-Undang DPR RI.
Anggota Komisi IX dari Fraksi Golkar, Poempida Hidayatullah Djatiutomo, membantah tidak mendukung RUU Kesehatan Jiwa. Menurut ia, Nova harusnya lebih aktif melakukan ajakan atau diskusi kepada rekan-rekannya sesama komisi, karena ia yang mengusulkan rancangan undang-undang ini. “Banyak yang tidak paham dengan masalah kesehatan jiwa, satu-satunya yang paham hanya dia, karena memang bidangnya,” ucap Poempida.
Poempida sendiri mengaku belum pernah diajak bicara dengan Nova mengenai RUU ini. Ia memperkirakan anggota komisi lain juga banyak yang belum diajak bicara. Poempida juga berharap RUU Keswa ini tidak menjadi celah bagi pelaku kejahatan untuk berkelit dari hukuman. Ia mengharapkan ada aturan dan penegakan hukum yang jelas.
Pihak Kementerian Kesehatan sudah memberikan masukan untuk RUU Keswa. Kepala Subdirektorat Etikolegal Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes, Gerald Mario Semen, mengatakan salah satu usulan adalah dengan memuat penanganan penderita gangguan jiwa sampai setingkat desa. “Masalah penanganan penderita adalah keterjangkauan dan akses yang terbatas,” ucap Gerald.
Berdasarkan data Kemenkes, kata Gerald, selama ini hanya ada 97 RS Umum yang memberikan penanganan terhadap gangguan jiwa, dari 700-an RS Umum yang ada di seluruh Indonesia. Dari 9000-an puskesmas yang ada, hanya 1.235 yang mau mengobati penderita. "Jumlah ini kecil sekali," kata Gerald. Bahkan dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, hanya ada 35 RSJ. Ada delapan provinsi yang tidak memiliki RSJ sama sekali, yaitu Kepulauan Riau, Banten, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTT, Maluku Utara, dan Irian Barat.
RUU Kesehatan Jiwa, menurut Nova, membahas hak dan kewajiban orang yang mengalami gangguan jiwa, termasuk keluarganya. “Karena keluarga sering mengalami stigma juga,” kata Nova. Selain itu, juga memuat hal lain seperti sumber daya kesehatan jiwa, mulai dari tenaga kesehatan jiwa, fasilitas, obat-obatan, peralatan dan fasilitas pendukung, sistem pelayanan kesehatan jiwa mulai dari rumah sakit, hingga puskesmas, dan memasukkan sistem pembayaran dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang akan dicanangkan Januari 2014.
Nova menuturkan RUU ini juga membahas ranah penegakan hukum. Sebelum dipenjara, pelaku kejahatan akan diperiksa kejiwaannya. Jika ia normal akan menjalani hukuman penjara, tapi kalau tidak akan masuk ke psikiater forensik. “Psikiater forensik sama kayak penjara, ketat, tapi ada terapinya,” ucap Nova.
SUNDARI
Berita lain:
Presiden Akan Beri Pernyataan Soal Simulator SIM
Polisi Berdalih Korban Novel Baru Menuntut
Djoko Suyanto Siap Pertemukan KPK-Polisi
Novel: Saya Sudah Menyangka Bakal Dikriminalisasi
Infografis: Yang Tersandung Simulator
Infografis: Lima Keganjilan Langkah Polisi