TEMPO.CO, Bojonegoro - Acara debat kandidat Bupati Bojonegoro yang diselenggarakan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Griya Dharma Kusuma, Kota Bojonegoro, dibubarkan aparat, Kamis, 4 Oktober 2012.
Pembubaran dilakukan atas dasar rekomendasi kepolisian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Bojonegoro. Sebab, acara semacam itu bisa dijadikan ajang kampanye. Padahal, sesuai jadwal KPUD, kampanye dilaksanakan 26 Oktober hingga 6 November 2012.
Menurut ketua panitia acara, Mohammad Mustofa, pihaknya sebenarnya sudah mematuhi semua permintaan Kepolisian Resor Bojonegoro. Termasuk yang diingatkan Kepala Satuan Intelijen Polres Bojonegoro, Ajun Komisaris Polisi Tedjo Pramono, yang meminta agar acara tidak diisi dengan agenda yang berbau kampanye.
Pihak panitia, kata Mustofa, mengubah tema acara dari semula "Adu Visi kandidat, Jika Aku Menjadi Pemimpin Bojonegoro" menjadi "Wawasan Kebangsaan Pelajar, Mahasiswa, dan Pemuda".
Demikian pula ketika pihak kepolisian mengingatkan bahwa acara tersebut belum mendapat izin, panitia langsung menyampaikan pemberitahuan kepada pihak Polres Bojonegoro.
Dalam acara yang dihadiri peserta dari sejumlah organisasi massa pemuda, mahasiswa, dan sejumlah organisasi profesi itu, tidak semua pasangan calon bupati dan wakil bupati yang datang. Sebab, hanya dua pasangan dari jalur independen yang hadir, yakni Andromeda Qomariyah-Sigit Budi (DaDi) dan Sarif Usman-Syamsiyah Rahim (SaSa). Sedangkan tiga pasangan lainnya, yakni Suyoto-Setyo Hartono (ToTo), M. Thalhah-Budiyanto, dan Moch. Choiri-Untung Basuki (Choirun) tidak datang.
Saat diberi waktu untuk memberikan visi, kedua pasangan calon hanya berbicara tak lebih dari lima menit. Baik Syarif maupun Bunda Meda, panggilan Andromeda Qomariyah, malah memohon maaf karena tidak bisa menyamakan pokok pikirannya. Keduanya sama-sama menyatakan alasan bahwa belum saatnya berkampanye.
Bersamaan dengan itu, di depan hotel tempat acara berlangsung, sudah ada dua truk berisi personel dari Polres Bojonegoro. Sejumlah anggota kepolisian berpakaian preman masuk ke tempat acara dan meminta agar dibubarkan. Beberapa saat kemudian, acara berhenti. “Kami hanya mengamankan, takut ada pengerahan massa,” ujar Kepala Satuan Sabhara Polres Bojonegoro, Ajun Komisaris Polisi Moh. Usman, kepada Tempo.
Ketua Panwaslu Bojonegoro, Mulyono, membantah membeberkan rekomendasi pembubaran acara tersebut. Menurut Mulyono, Panwaslu hanya ditelepon oleh polisi dan diajak berkoordinasi. Mulyono juga tidak mengetahui acara tersebut karena sedang memimpin rapat di kantor Panwaslu.
SUJATMIKO