TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara film The Act of Killing, Joshua Oppenheimer, tak akan melupakan proses ia mengenal dan bekerja sama dengan Anwar Congo selama tujuh tahun dalam pembuatan film tersebut. "Sesungguhnya pembuatan film selama ini adalah sebuah perjalanan yang amat sangat menyakitkan bagi saya," kata dia dalam sebuah wawancara dengan Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2012.
Awalnya, kata Oppenheimer, Anwar ingin membuat film yang mengagungkan pembunuhan massal. Tentu saja ini tidak mungkin jadi tujuan utamanya. Namun kemudian, tujuan Anwar berubah tanpa disadarinya.
Pria asal Medan itu memilih menunjukkan kepada Oppenheimer dan kru filmnya sebuah cara yang sangat otentik sekaligus sangat menyakitkan. Memaparkan betapa tindakan pembunuhan itu bertentangan dengan sebagian dari jiwa dan kemanusiaannya.
"Menyelami relung-relung gelap itu bersama Anwar sungguh menyeramkan. Peragaan ulang selalu menyeramkan," ujar lulusan Universitas Harvard ini.
Selama proses pembuatan film, Oppenheimer sering tak bisa tidur. Kalaupun bisa, kadang ia mengalami mimpi buruk. Menyaksikan Anwar sebagai tokoh utama memperagakan ulang pembunuhan yang pernah dilakukan menjadi sesuatu yang membekas di ingatannya.
"Film ini menunjukkan bahwa akting adalah bagian dari pembunuhan. Peragaan itu bukan hanya peragaan ulang, melainkan juga asli," kata dia.
Pria asal Texas, Amerika, ini juga sadar betul jika yang dialaminya menimpa para krunya. Bahkan, mungkin terasa lebih sulit mengingat mereka adalah orang asli Indonesia, berbeda dengan dia yang berasal dari luar negeri.
"Pasti lebih berat. Mereka membawa pulang ke rumah sebuah pengetahuan bahwa di sekeliling mereka bercokol orang-orang seperti Anwar dan kawan-kawan Anwar--yang bahkan sampai hari ini beberapa ada di posisi terpenting dalam struktur kekuasaan," ujarnya.
Joshua Oppenheimer, sutradara dari Amerika Serikat, membuat film dokumenter The Act of Killing (Jagal). Film yang diputar di Festival Film Toronto pada September lalu menceritakan pengakuan seorang tukang catut karcis bioskop di Medan yang membantai dengan sadis orang-orang Partai Komunis Indonesia di Medan sepanjang 1965-1966. Selengkapnya, baca Majalah Tempo 1 Oktober 2012.
TIM TEMPO
Baca juga:
Edisi Khusus Film Pengkhianatan G 30 S/PKI
G30S, Soekarno Bersembunyi di Halim dan Bogor
Cerita Anak Jenderal D.I. Panjaitan Soal G30S/PKI
Film Pengkhianatan G30S/PKI, Propaganda Berhasilkah?
Saat G30S, Bung Karno Teradang Kepungan Tentara
Kekuatan Film Pengkhianatan G30S/PKI Luar Biasa