TEMPO.CO, Jakarta - Ruangan di lantai dua Kwartir Nasional, Pramuka, Jakarta Pusat, tampak sepi pada Rabu, 26 September 2012. Waktu menunjukkan jam makan siang, sehingga hanya segelintir orang yang berada dalam ruangan Wakil Ketua Kwartir Nasional.
Pria berbaju batik itu meminta koleganya untuk mengganti lauk nasi padang dengan masakan yang lebih banyak sayur. “Kak, tolong ditukar dengan gado-gado,” ujar Amoroso Katamsi. Sapaan 'kakak' selalu terucap dari pria yang tahun ini akan berusia 72 tahun itu kepada para kolega di ruangan itu.
Amoroso sekarang adalah seorang Wakil Ketua Kwartir Nasional. Sudah menjadi budaya dalam organisasi kepanduan ini untuk menyapa sesama sejawat dengan 'kakak'.
Sosok Amoroso tak hanya piawai berakting. Pria ini juga seorang dokter kesehatan jiwa sekaligus tentara. Tapi namanya paling dikenal masyarakat Indonesia sejak membintangi Panglima Komando Strategi Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto dalam film Pengkhianatan G 30 S-PKI.
Ayah dari penyanyi Aning Katamsi ini mengisahkan, ia sudah aktif di dunia kesenian sejak di bangku sekolah menengah pertama. “Dulu saya menang lomba deklamasi, salah satu jurinya adalah penyair Rendra,” ujar Amoroso yang ditemui di Kwartir Nasional Pramuka, Rabu, 26 September 2012.
Dari kemenangan pertama itu, Amoroso diajak Rendra untuk bergabung di teater di Yogyakarta. “Sejak itu, saya main teater, sekitar tahun 1959-1961,” ujar dia.
Meski aktif berteater, Amoroso tak meninggalkan kegemarannya berdeklamasi. Bahkan, saking menghayati pembacaan deklamasi, ia sampai tak perlu mengikuti ujian kenaikan kelas semasa SMA. “Sehabis membaca puisi, guru saya bilang, 'kamu tidak usah ujian saja',” Amoroso mengisahkan.
Selain berkesenian, Amoroso juga bergabung dengan gerakan Himpunan Mahasiswa Indonesia serta masuk barisan Manifes Kebudayaan. Aktivitas meluapkan ekspresi tersebut yang mengantarkan Amoroso berkawan dengan Arifin C.Noer, sutradara film Pengkhianatan G 30 S-PKI.
“Kebetulan dia itu pemimpin grup saya di Teater Kecil,” ujarnya. Kedekatan mereka membuat Amoroso ditawari menjadi Soeharto pada 1981.
Peran di film itu membuat banyak orang lebih mengenal pria yang pada pembuatan film berpangkat letnan kolonel. “Ketika di jalan memang ada juga yang panggil saya Soeharto,” ujar Amoroso.
Memang peran tersebut adalah peran terbesarnya di masa 80-an. Seiring munculnya sinema elektronik dan menggeliatnya perfilman Indonesia, stempel Soeharto pun perlahan luluh berganti dengan peran-peran lain yang diambil Amoroso.
Kini, pertambahan usia membuat Amoroso tak beraktivitas sesering dahulu. Tapi satu hal yang tetap ditekuninya, pramuka. “Bagi saya, pramuka itu manfaatnya besar,” kata dia. Gerakan kepanduan tersebut membuat Amoroso menjadi sosok yang berani dan mandiri. “Saya harus bermanfaat, seperti di sini, ini kan sukarela, bukan kerja,” tutur dia mengacu ke Kwartir Nasional.
DIANING SARI
Berita lain:
Edisi Khusus Gerakan 30 September
Soekarno Sempat Beraktivitas Biasa Saat G30S
Penyerahan Berkas Ditutup, Data Partai Belum Beres
Mengenang 1000 Hari Meninggalnya Frans Seda
G30S, Soekarno Bersembunyi di Halim dan Bogor