TEMPO.CO, Jakarta - Untuk memerankan Presiden Soekarno pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI, Umar Kayam rela dibotaki. Kayam digunduli agar terlihat mirip dengan Soekarno.
Kendati demikian, ia tidak jera untuk melakonkan tokoh yang sama. "Asal diberi waktu mempersiapkan diri," ujar Kayam dalam artikel Pengkhianatan Bersejarah dan Berdarah di majalah Tempo edisi 7 April 1984.
Pengkhianatan G 30 S/PKI merupakan film propaganda yang dirilis pada 1984. Film ini merupakan versi rezim Orde Baru terhadap peristiwa 30 September 1965 dan 1 Oktober 1965 di Jakarta. Peristiwa itu berbuntut tumbangnya Soekarno yang digantikan rezim Soeharto.
Saat syuting film itu, Kayam bisa tidur di ranjang Soekarno di Istana Bogor dan naik jipnya. ”Edannya, para pelayan di Istana Bogor sungguh menganggap saya Bung Karno,” ujar Kayam dalam suatu wawancara dengan Tempo.
Kayam, banyak teman yang memanggilnya Uka, sebenarnya bukan bintang film. Dosen sosiologi sastra Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada ini lebih dikenal sebagai seniman. Orang sering mendapatinya sedang bersepeda di kampus atau bergurau seru di warung kopi.
Kayam memiliki pandangan yang berseberangan dengan Soekarno soal film. Ketika menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Radio, Televisi, Film Departemen Penerangan (1966-1969), Kayam membolehkan kembali film Barat masuk ke Indonesia. Sebelumnya, Soekarno sempat melarang film Barat masuk ke Indonesia.
Selain dikenal sebagai sastrawan, Kayam juga menulis skenario film. Jalur Penang dan Bulu-bulu Cendrawasih, yang difilmkan pada 1978, adalah buah penanya. Kolumnis ini rajin menulis di berbagai media massa. Tulisannya berbau renungan, tetapi tidak hendak mengajak berpikir berat.
Kayam lahir di Ngawi, Jawa Timur, pada 30 April 1932. Ia mengembuskan napas terakhirnya pada 16 Maret 2002.
KODRAT
Berita lain:
Edisi Khusus Gerakan 30 September
Film Pengkhianatan PKI, Propaganda Berhasilkah?
Kekuatan Film Pengkhianatan G 30 S/PKI Luar Biasa
Sosok ''Dalang'' G30S PKI
Film Pengkhianatan G 30 S/PKI, Dicerca dan Dipuji