TEMPO.CO, SEMARANG -- Mungkin terdengar aneh bila siswa taman kanak-kanak diperkenalkan pada dunia wirausaha. Tapi, tidak bagi penulis buku Entrepreneurship, Serian Wijatno. Kemarin, dia membagikan buku itu di sejumlah TK. “Buku ini berisi tentang kewirausahaan, tapi lebih menonjolkan gambar, sesuai dengan minat belajar anak usia TK,” kata Serian, seusai memberikan buku secara simbolis di aula Museum Rekor Indonesia, Jamu Jago Semarang, kemarin.
Motif awal pemberian buku itu adalah minimnya masyarakat Indonesia yang berani terjun ke dunia wirausaha. Dia menilai hal itu disebabkan oleh imajinasi yang tertanam pada anak Indonesia, lebih banyak terinspirasi dunia hero dan bersifat fiktif. “Selama ini mereka mengenal Superman dan tokoh kartun, meski sebagian terinspirasi ingin menjadi guru dan dokter. Tapi, menjadi wirausaha juga perbuatan mulia,” ujar Serian.
Menurut dia, minimnya minat masyarakat menjadi pelaku usaha tergolong berat karena angkanya kurang dari 2 persen, atau paling rendah dibanding Singapura, yang mencapai 7 persen dan Malaysia sebesar 4 persen.
Selain membagikan buku kepada siswa TK, Serian meraih rekor sebagai penulis buku wirausaha sebanyak lima tema, sesuai dengan kebutuhan setiap jenjang pendidikan. Dia berharap buku yang dia bagikan mampu menumbuhkan jiwa wirausaha bagi anak, remaja, hingga kaum muda di perguruan tinggi. “Ini mengubah paradigma yang selama ini (hanya) memikirkan masa depan sendiri, tapi juga memikirkan masa depan bangsa,” katanya.
Anggota Dewan Pertimbangan Museum Rekor Indonesia, Paulus Saerang, mengatakan lembaganya memberikan pengakuan kepada Serian sebagai penulis entrepreneurship terproduktif selama satu tahun karena kepeduliannya terhadap pengembangan wirausaha lintas generasi. “Baru terjadi kali ini,” ujarnya.
Menurut dia, buku Serian ini sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia, yang selama ini kalah dalam memanfaatkan potensi alam dalam dunia usaha. “Potensi alam yang besar di negara ini dikuasai oleh asing,” kata Paulus. Kondisi itu, kata dia, menjadi kegelisahan bersama karena menjadi faktor penentu keterpurukan perekonomian nasional.
EDI FAISOL
