TEMPO.CO , Jakarta: Peneliti ICW, Donal Fariz, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah atau wakil kepala daerah bisa dilakukan tanpa persetujuan presiden.
"Pada intinya MK mencabut norma yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan perbedaan perlakuan terhadap kepala daerah ketika diperiksa dalam kasus korupsi," kata dia, Rabu, 26 September 2012.
MK mengabulkan gugatan uji materi Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dua ayat yang dibatalkan adalah ayat (1) dan (2).
Sebelumnya, Pasal 36 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah atau wakil kepala daerah harus dilakukan melalui persetujuan presiden atas permintaan penyidik. "Pasal 36 Ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945."
MK juga menyatakan Pasal 36 Ayat (2) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Pasal 36 ayat (2) menyebutkan: "Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan, dan penyidikan dapat dilakukan."
Meski tidak sempurna, menurut Donal, putusan MK ini merupakan bagian dari akselerasi upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum, terutama Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung.
"Kekecewaan kami hanya ketika masih dibutuhkan izin (dari presiden) terhadap penahanan kepala daerah yang jadi tersangka kasus korupsi," ujarnya.
PRIHANDOKO
Berita lain:
DPR Terbelah Jika Kapolri Dipanggil KPK
PDIP Tak Setuju Protokol Antipenistaan Agama SBY
Bulan Madu PDIP dan Prabowo di Ujung Tanduk
DPR Pertanyakan Konflik Menhan dan Jakarta Post
Kapolri: Saya Hanya Lakukan Proses Administrasi