TEMPO.CO, Jakarta - Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua ikut mengancam mundur jika Dewan Perwakilan Rakyat tetap memangkas kewenangan lembaganya. Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad mengancam hal serupa.
Abdullah mengatakan bukan hanya Abraham Samad yang mengancam mundur. Tapi, banyak orang di KPK akan menempuh langkah yang sama jika kewenangan penuntutan dan penyadapan komisi antikorupsi dipangkas DPR.
"Buat apa KPK dipertahankan kalau kewenangannya dipangkas. Itu sama saja dengan lembaga penegak hukum lain," kata Abdullah, Selasa, 25 September 2012.
Komisi Hukum DPR saat ini sedang menggodok revisi Undang-Undang KPK. Dalam rancangan DPR, sejumlah kewenangan KPK dipangkas, misalnya penuntutan dan penyadapan yang harus seizin pengadilan. KPK juga diberi peluang menerbitkan surat perintah pemberhentian penyidikan alias SP3.
Menurut Abdullah, pemangkasan kewenangan KPK sudah menyalahi amanat reformasi yang memerintahkan KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi besar. Ihwal penuntutan, dia menilai penyatuan proses penyidikan dan penuntutan di KPK justru mempermudah dan mempercepat penuntasan kasus, serta menghemat anggaran.
"Coba bayangkan kalau harus bolak balik dari KPK ke Kejaksaan. Bisa lama dan memakan biaya besar," katanya. "Kejaksaan juga memiliki kewenangan penyidikan dan penuntutan, kenapa KPK justru ingin dipangkas. Itu tidak fair."
Adapun soal penyadapan, dia melihat kasus korupsi yang berhasil terungkap KPK sebagian besar berkat penyadapan. Dia melihat ada ketakutan kelompok tertentu terhadap kewenangan tersebut.
"Sekarang korupsi semakin canggih. KPK membutuhkan teknologi untuk membongkarnya," kata dia. Abdullah berharap kewenangan KPK justru diperkuat, bukan dikebiri.
RUSMAN PARAQBUEQ
Baca juga:
Enam Pembesar Polri Bisa Terseret Kasus Simulator
Inilah Surat Kapolri Soal Tender Simulator SIM
DPR dan Polisi Coba Lumpuhkan KPK
Penyidik Pulang ke Mabes Polri Diantar Sekjen KPK