TEMPO.CO, Jember - Universitas Jember (Unej), Selasa, 25 september 2012, mengukuhkan tiga orang profesor di bidang ilmu biologi, matematika dan ilmu pengetahuan alam, serta bidang pertanian. Mereka adalah Prof. Dr. Bambang Sugiharto, Prof. Dr. Joko Waluyo dan Prof. Dr. Achmad Subagio.
Dalam acara pengukuhan yang berlangsung dalam rapat senat terbuka di Gedung Soetarjo, ketiganya secara bergiliran menyampaikan pidato ilmiah. Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan hadir dalam acara tersebut.
Bambang Sugiharto menyampaikan pidato berjudul "Rekayasa Siklus Biologi Untuk Kesejahteraan Manusia; Kajian Tanaman Tebu".
Menurut Bambang, rekayasa untuk pengembangan ilmu dan teknologi harus berlandaskan pada kajian mendasar terhadap proses biologi dan bermanfaat bagi kualitas dan kuantitas kehidupan manusia. "Rekayasa bioteknologi untuk menemukan produk yang aman bagi kehidupan manusia harus dilakukan untuk mensiasati perkembangan banyak aspek kehidupan," kata penemu tebu transgenik yang tahan kekeringan itu.
Joko Waluyo menyampaikan orasi berjudul "Deteksi, Isolasi dan Karakteristik Zat Aktif Anti Bakteri dari Cacing Tanah". Guru besar Ilmu Biologi itu mengungkapkan bahwa potensi cacing tanah menjadi anti bakteri yang bermanfaat sebagai obat penyakit tipus dan menjadi pengolah limbah organik. "Urutan asam amino dan struktur anti bakteri pada cacing bisa dikloning atau diperbanyak," ujarnya.
Adapun Achmad Subagio menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Nasionalisme Pangan untuk Kedaulatan dan Kesejahteraan Indonesia". Penemu 'Beras Cerdas' dan tepung dari singkong (Mocaf) itu mengatakan bahwa ketergantungan pangan Indonesia dari bahan-bahan impor harus segera diakhiri. "Singkong dan bermacam kacang-kacangan adalah bahan pangan alternatif yang bisa menguatkan ketahanan pangan sekaligus mengikis ketergantungan impor beras, kedelai atau terigu," ucapnya memaparkan.
Ihwal varietas tebu tahan kering segera dilepas ke pasaran. Varietas tebu itu adalah hasil rekayasa genetika tim peneliti dari Pusat Penelitian PT Perkebunan Nusantara XI dan Bambang Sugiharto sebagai peneliti Unej.
Varietas baru tersebut disebut Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, sebagai temuan dan terobosan baru untuk tanaman tebu. Varietas baru tersebut sangat tepat di tengah kekurangan air seperti saat ini.
Heriawan mengakui masih ada kontroversi dan resistensi masyarakat terhadap hasil rekayasa genetika atau transgenik. Padahal kedelai impor dan jagung yang banyak dikonsumsi atau ditanam masyarakat juga hasil produk transgenik. Apalagi tebu tidak dikonsumsi secara langsung melainkan diolah lebih dulu menjadi gula. "Jadi kita harus yakinkan bahwa tidak semua produk transgenik jelek," katanya.
Bambang mengatakan varietas tebu tahan kering atau tebu PRG (produk rekayasa genetika) itu telah mendapat sertifikasi Keamanan Lingkungan dan Hayati dari Kementerian Lingkungan Hidup dan sertifikasi keamanan pangan oleh EFSA (European Food Safety Authority). "Hasil pengujian menunjukkan tidak ada dampak terhadap tebu PRG toleran kekeringan ini terhadap kesehatan manusia dan lingkungan," katanya.
Hasil uji lapangan di beberapa lokasi menunjukkan bahwa tebu PRG itu tidak hanya tahan kering atau minim air, namun juga memiliki produktifitas dan rendemen tinggi. Hasil uji coba terakhir, kata Bambang, dilakukan di daerah Rejosari, Kabupaten Madiun. Hasil panen tebu itu sebanyak 1.230 kwintal per hektare dengan rendemen 7,54 persen. "Setelah pelepasan varietas, bibit tebu ini akan dikembangkan secara luas, terutama di wilayah pantai utara," katanya.
Pakar di bidang Mikrobiologi Tanah Fakultas Pertanian Unej itu menambahkan bahwa saat ini telah terjadi pergeseran pengembangan budidaya tebu ke lahan kering (tegalan) karena besarnya pemanfaatan lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman dan industri. Disamping itu, perubahan iklim juga telah menyebabkan meluasnya daerah yang minim atau kekurangan air. "Kondisi ini membuat pengembangan bioteknologi tebu sebagai solusi. Apalagi perakitan tebu melalui persilangan konvensional sulit dilakukan serta memerlukan tenaga dan biaya yang besar," kata doktor lulusan Nagoya University itu.
MAHBUB DJUNAIDY