TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa kelompok masyarakat antusias menyambut rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Jiwa. Ketua Jejaring Komunikasi Ahli Kesehatan Jiwa (Jejak Jiwa) Pandu Setiawan mengatakan kelompok-kelompok yang terdiri dari berbagai ikatan profesi dan lembaga swadaya masyarakat mulai rutin berkumpul di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk mulai berdiskusi terkait rancangan legislasi itu.
“Kami mulai melakukan pertemuan informal untuk berbagi informasi tentang RUU Kesehatan Jiwa dan mengumpulkan aspirasi,” kata Pandu saat dihubungi Tempo, Sabtu, 22 September 2012. Menurut Pandu, kelompok masyarakat yang hadir antara lain Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI), Jejaring Komunikasi Ahli Kesehatan Jiwa (Jejak Jiwa), Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi), Perhimpunan Spesialis Kedokteran Jiwa, Ikatan Psikologi Klinis, Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia, beberapa antropolog medik dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
Sekretaris KPAI M. Ihsan, yang juga mewakili IPSPI, mengatakan masukan-masukan terhadap RUU Kesehatan Jiwa yang muncul dalam pertemuan tersebut akan disampaikan saat pihaknya nanti diundang bertemu oleh Panitia Kerja RUU Kesehatan Jiwa.
Menurut Ihsan, masukan-masukan bagi RUU itu berfokus pada bagaimana tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam menangani orang dengan gangguan kejiwaan. “Juga bagaimana cara pencegahannya, pemulihan, sarana, dukungan keluarga dan komunitas, bagaimana semua pihak mempunyai fungsi dalam menangani kesehatan jiwa,” kata Ihsan.
Ihsan mengatakan, Komisi Perlindungann Anak Indonesia hadir dalam pertemuan itu untuk menekankan pentingnya menjaga kesehatan jiwa anak. Menurut dia, gangguan jiwa tak kenal batas umur dan bisa dialami anak-anak juga. “Untuk itu, negara juga harus menyediakan fasilitas pemulihan bagi anak yang mengalami gangguan jiwa,” ujarnya.
Menurut Ihsan, masa anak-anak adalah saat yang tidak stabil. Jika mendapat stimulasi negatif, anak-anak bisa mengalami gangguan jiwa. Namun, menurut Ihsan, saat ini persoalan kesehatan jiwa anak belum menjadi prioritas serius.
Di samping faktor biologis seperti gangguan saraf, Ihsan menjelaskan, gangguan jiwa pada anak juga bisa disebabkan faktor ekseternal seperti tekanan-tekanan lingkungan. “Tekanan-tekanan lingkungan itu bisa menyebabkan emosi tak stabil,” kata Ihsan.
Menurut Ihsan, masalah kesehatan jiwa bukan hanya ranah psikiater dan psikolog. Oleh karena itu, kata dia, pihak yang membahas RUU ini bukan hanya ahli kesehatan jiwa, tapi juga pekerja sosial seperti dirinya. “Tiga profesi itu: psikolog, psikiater, dan pekerja sosial adalah profesi kunci untuk menjaga kesehatan jiwa,” kata dia.
Secara resmi, RUU Kesehatan Jiwa telah ditetapkan sebagai RUU Prioritas Tambahan dalam Program Legislasi Nasional 2012 pada 13 Juli 2012 lalu. RUU Kesehatan ini merupakan inisiatif dari Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf, yang juga adalah seorang dokter jiwa.
GADI MAKITAN
Berita Terpopuler:
Kucing Keluarga Jokowi Ikut Pindah
Tiba di Solo, Jokowi Disambut Meriah
Pengguna Blackberry di Eropa Alami Problem Ini
Jokowi Menang, Solo Akan Dipimpin Si Kumis?
Samsung Gugat iPhone 5