TEMPO.CO, Jakarta - Selama hidupnya, aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, memiliki segudang kegiatan. Rekam jejaknya sebagai pembela demokrasi dan HAM ada di mana-mana. Dia pernah menjadi pengacara perkara hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta (1997-1998); kuasa hukum kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil pada 1984 di Tanjung Priok (1998); atau penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi Semanggi I dan II (1998-1999).
Dalam semua kesibukan itu, Munir pergi ke mana-mana dengan tunggangan setianya: sepeda motor Honda Astrea warna hitam dengan helm full face merah marun.
Kepada mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti, Munir pernah berkeluh-kesah. Cerita Munir, ia mendapat perlakuan diskriminatif dari satpam sebuah hotel. Sebab, Munir nyelonong masuk pelataran hotel berbintang sambil mengendarai sepeda motor.
"Turun! Copot itu helm!" kata Ikrar menirukan ucapan Munir waktu menceritakan teguran satpam. "Motor dilarang masuk ke sini. Kamu tahu aturan tidak?" begitu hardik si petugas keamanan.
Mendapat teguran begitu, Munir tersinggung. Ia membalas perkataan satpam itu. "Kamu tahu tidak, saya ini tamu, menginap di sini. Ini kunci kamarnya," kata Munir. Kepada Ikrar, Munir mengaku kesal akan teguran itu. "Saya naik pitam," ujar Ikrar mengulangi pernyataan Munir.
Ayah dua anak ini memang selalu bepergian ke mana pun dengan Honda Astrea bututnya. Bahkan, kata teman Munir di Himpunan Mahasiswa Islam, Husein Anis, suami Suciwati itu baru membeli mobil beberapa bulan sebelum ia dibunuh. "Setahu saya, selama ini Munir selalu naik sepeda motor dari rumahnya di Bekasi atau Jatinegara," ujar Husein.
Cerita soal Munir dan sepeda motornya ini dituturkan Ikrar dan Husein dalam film dokumenter tentang Munir berjudul Kiri Hijau Kanan Merah. Diproduksi Watchdoc dan KASUM, film menarik ini disutradarai jurnalis muda Dandhy Dwi Laksono.
Munir tewas diracun ketika menumpang pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004. Kala itu, usia Munir 38 tahun dan menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial. Sampai sekarang, polisi hanya berhasil mengungkap pelaku langsung pembunuhan, yakni pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto. Pilot ini disebut-sebut memiliki kaitan dengan sejumlah pejabat penting Badan Intelijen Negara.
CORNILA DESYANA
Berita Terpopuler:
Wanita Teman Telanjang Pangeran Harry Ditahan
Ribuan Pendukung Hartati Kepung KPK
Cari Donasi demi Tonton Eksekusi Pemerkosa Anaknya
Keputusan Arsenal Jual Van Persie-Song, Disesali
40 Jenis Mobil Akan Dilarang Minum BBM Bersubsidi
Zulkarnaen Minta Sebutan Korupsi Al Quran Direvisi
Sejumlah Tokoh Siapkan Mahfud MD Jadi Capres
Golkar: Naik Turun Bisnis Bakrie Itu Biasa
Tes Mamografi Malah Menyebabkan Kanker
Awas, Anda Bisa Kehilangan Motor di Sini