TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Marty Natalegawa dikabarkan tidak bisa memasuki Kota Ramallah, Palestina, untuk mengikuti Konferensi Tingkat Menteri Gerakan Non-Blok di kota itu. Kedatangan Menlu ini ditolak oleh otoritas Israel yang menjajah kawasan itu.
Insiden diplomatik ini kontan mendapat reaksi keras dari DPR. Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR mengecam penolakan Israel atas kedatangan Menteri Marty Natalegawa. Penolakan itu menunjukkan sikap arogan Israel atas wilayah yang seharusnya masuk wilayah Palestina.
Ketua Umum Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Mahfudz Siddiq meminta pemerintah Indonesia bersikap tegas atas penolakan Israel. "Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri harus memprotes sikap Israel," kata Mahfudz saat dihubungi, Senin, 6 Agustus 2012.
Pemerintah dinilai perlu melayangkan sikap keras karena Israel telah menolak kedatangan Indonesia dalam forum internasional. Namun, dia mengakui, protes keras itu tidak bisa disampaikan langsung pada Israel karena Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik dengan negara Yahudi itu. "Makanya protes resmi harus dilayangkan dengan menggunakan instrumen GNB."
Wakil Ketua Komisi Tubagus Hasanuddin mengatakan penolakan Israel terhadap kedatangan sejumlah menteri luar negeri Asia Afrika ini harus disikapi bersama oleh GNB. Negara non-blok ini juga diminta menegaskan kembali komitmen perlawanan pada penjajahan. Mereka juga diminta langsung berbicara dengan Israel untuk menghentikan kekerasan pada masyarakat muslim Palestina. "Kalau Indonesia tidak mungkin head to head, tapi harus melalui GNB."
Kemarin, saat berkunjung ke Ramallah untuk menghadiri pertemuan tingkat menteri GNB mengenai Palestina, Menlu Marty bersama Menlu Malaysia, Kuna, Aljazair, dan Bangladesh ditolak saat akan masuk ke wilayah Ramallah. Ramallah merupakan bagian dari negara Palestina yang hingga kini masih dikuasai Israel. Akibat penolakan ini, pertemuan pun akhirnya dibatalkan.
IRA GUSLINA SUFA