TEMPO.CO, Malang -- Musim tahun ajaran baru segera dibuka. Para siswa dan orang tua mereka pun super sibuk menyiapkan perlengkapan dan pendaftaran sekolah. Meskipun pendidikan dasar sekarang sudah gratis, beragam pungutan ternyata masih membebani orang tua dan peserta didik.
Lembaga swadaya masyarakat Malang Corruption Watch (MCW) menemukan modus pungutan liar atau pungli sekolah semakin beragam. Penelusuran MCW mencatat sedikitnya ada 65 ragam pungutan yang terjadi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru di Kota Malang. "Jenis pungutan bertambah, dulu hanya 25 jenis," kata Ketua Yayasan MCW, Luthfi Jayadi Kurniawan, kepada Tempo.
Ragam pungutan ini, kata Luthfi, menjadi modus untuk terjadi penyelewengan atau tindak pidana korupsi lantaran tak memiliki dasar hukum untuk memungut biaya pendidikan langsung kepada wali murid. "Dasarnya hanya kesepakatan dengan komite sekolah," katanya.
Selain itu, ada juga pungutan Sumbangan Biaya Pengembangan Pendidikan Sekolah Dasar yang besarnya antara Rp 2 juta-Rp 5 juta. Padahal sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pemerintah menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan, terutama untuk pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Aturan itu juga memuat ancaman sanksi. Bagi yang melanggar mendapat sanksi disiplin pegawai negeri sipil dan hukum pidana.
Lutfi menyebutkan PNS yang memungut biaya sekolah sepihak melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 423 dan dikenai ancaman hukuman enam tahun penjara. Pelaku juga melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman paling singkat empat tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Di lain pihak, kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan telah menyalahgunakan jabatannya melanggar KUHP Pasal 333 dengan ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara. "Kejaksaan dan polisi bisa langsung menyelidiki kasus ini," katanya.
Kini, MCW tengah mengumpulkan sejumlah bukti dan keterangan korban. Ia menuntut Kejaksaan Negeri Malang aktif menelusuri indikasi korupsi dalam penyelenggaraan pendidikan. Modus pungutan pendidikan sering terjadi saat proses PPDB. Selain itu, juga melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2011 tentang larangan pungutan biaya pendidikan pada SD dan SMP.
MCWQ berencana melaporkan temuan-temuan ini ke Komisi Kesejahteraan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Malang, Zubaida, mengaku pihaknya memberikan kebebasan sekolah menentukan pungutan. Syaratnya, kata dia, besar biaya pendidikan disesuaikan dengan batas-batas kewajaran. "Biaya daftar ulang, seragam, masih wajar," katanya.
EKO WIDIANTO