TEMPO.CO, Blitar - Sedikitnya 600-an warga yang tergabung dalam Front Masyarakat Peduli Pendidikan se-Blitar Raya melakukan unjuk rasa ke Dinas Pendidikan Kota Blitar. Mereka menolak diskriminasi pendidikan yang dialami anak-anak warga Kelurahan Tanggung, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar yang ditolak sekolah. Itu terjadi gara-gara orang tua mereka menentang rencana Pemerintah Kota Blitar membangun proyek rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) dan sekolah anak penderita autis (autis centre).
Koordinator aksi Muhammad Triyanto mengatakan aksi ini merupakan perlawanan masyarakat atas arogansi pemerintah daerah terhadap warga Tanggung. Sebanyak sembilan anak di kelurahan itu ditolak bersekolah setelah orang tua mereka menolak rencana pembangunan proyek di kelurahan Tanggung. "Ini tragedi hak asasi manusia," kata Triyanto kepada Tempo, Rabu 4 Juli 2012.
Massa mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kota Blitar, Kepolisian Resor, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Ketiga lembaga ini dituding tak bisa melindungi hak warga sipil hingga menjadi korban diskriminasi pendidikan.
Hingga saat ini kondisi sembilan anak itu sangat memprihatinkan. Mereka mengalami syok dan stres setelah proses daftar ulangnya ditolak sekolahan. Sembilan anak ini terdiri dari tiga siswa SMPN 7, satu siswa SMPN 4, tiga siswa SMKN 3, dan dua siswa SMAN 4 Kota Blitar.
Hadi, salah satu warga Kelurahan Tanggung mengatakan dua anaknya ditolak saat melakukan daftar ulang. Penolakan ini terjadi setelah Hadi dan warga lainnya menolak rencana pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan sekolah autis di lahan pertanian satu tahun silam. Meski berstatus tanah Pemkot Blitar. Namun proyek itu didirikan di lahan pertanian produktif. Warga menghendaki tanah itu tetap berfungsi sebagai pertanian yang pelaksanaannya digarap masyarakat sekitar.
Menurut informasi yang diterima warga, larangan bersekolah itu karena adanya intimidasi ke pihak sekolah yang melibatkan wali kota. Hal ini pula yang membuat Dinas Pendidikan Kota Blitar tak bisa berbuat banyak untuk menolong siswa tersebut. "Kami sudah mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dinas Pendidikan Blitar, mereka tak bisa membantu," keluh Hadi.
Ketua Komisi 1 DPRD Blitar, Zubaidi, mengaku akan tetap memperjuangkan nasib anak-anak ini agar bisa bersekolah. Dia juga telah memanggil Dinas Pendidikan dan kepala sekolah meskipun kemudian tak ada titik temu.
Kepala Dinas Pendidikan Santoso membenarkan adanya pelarangan itu. Namun dia menolak menjawab apakah ada instruksi Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar terkait hal itu. "Kami masih akan pikirkan solusinya," katanya.
HARI TRI WASONO