TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis terpidana Bom Bali I, Hisyam bin Ali Zein alias Umar Patek, penjara 20 tahun. Hakim menjatuhkan hukuman itu pada Kamis, 21 Juni 2012.
Meski baru divonis, Umar Patek telah membuat rencana jika dia keluar dari kurungan. Kata Umar Patek, dia ingin kembali ke keluarganya. "Saya akan ikut berjuang, demi beras dan uang," kata Umar Patek kepada kedua wartawan Tempo, Riky Ferdianto dan Hermien Y. Kleden, Mei 2012.
Bertahun-tahun mengikuti pelatihan militer di Filipina, Umar Patek menyatakan tetap bertanggung jawab ke keluarganya. Selain mendapat bantuan dari teman sesama mujahidin atau orang yang terlibat jihad, dia juga berdagang di Kamp Abu Bakar, Mindanao.
Benda yang dijual Umar Arab, nama lain Umar Patek, adalah barang produksi Indonesia. Seperti, Rinso, Ciptadent, dan sabun mandi. Di Mindanao, kata Umar Patek, banyak barang Indonesia yang masuk secara resmi atau selundupan.
Dia sendiri tak menjual barang dagangannya di toko kelontong. Kata Umar Patek, dia berlaku sebagai distributor yang menyalurkan dagangannya ke toko-toko di Kamp Abu Bakar. Dan barang yang dia jual harganya lebih murah ketimbang pedagang lain. Sebab dia mendapatkan barang itu dari nelayan yang datang ke Filipina. Ketika si nelayan baru merapat ke dermaga, Umar Patek langsung membeli benda yang akan dijualnya lagi.
"Karena belum masuk pasar, harganya murah," ujarnya.
Dari hasil penjualannya itu, Umar Patek mengirimkan uang ke keluarganya di Pemalang. Kini lelaki kelahiran 12 Juli 1966 itu tak bisa lagi mengirim kebutuhan istrinya. Sebab, 21 Juni 2012 lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menghukum Umar Patek kurungan penjara selama 20 tahun akibat perbuatannya di Bom Bali I, yang menewaskan 202 orang dan 209 lainnya terluka.
CORNILA DESYANA
Berita terkait:
Kata Umar Patek tentang Dulmatin
Doa Umar Patek untuk Korban Bom Bali I
Umar Patek Sempat Marah Lihat Rakitan Bom Bali I
Alasan Umar Patek Terlambat Minta Maaf
Pengacara Minta Umar Patek Tak Banding