TEMPO.CO, Jakarta - Selama meringkuk dalam kurungan, terpidana kasus Bom Bali I, Hisyam bin Ali Zein alias Umar Patek, sering memikirkan korban teror Bom Bali I. Umar Patek memang merasa bersalah, tapi dia tak sampai memimpikan para korban itu.
"Saya banyak memikirkan mereka. Saya bersalah dan mohon maaf," kata Umar Patek kepada wartawan Tempo, Riky Ferdianto dan Hermien Y. Kleden, pada Mei 2012.
Di balik jeruji, pria kelahiran 1966 itu juga mendoakan 202 korban tewas dan 209 orang yang luka-luka di Paddy's Pub dan Sari Club (SC), 2002 lalu. Umar Patek membacakan doa Ibnu Muslim yang ditulis oleh Syekh Said al-Haqqani dan dari buku zikir. "Saya mendoakan semua korban, baik yang muslim maupun nonmuslim," ujarnya.
Dalam waktu yang bersamaan, lelaki bernama samaran Umar Kecil itu juga sering memikirkan Palestina. Kata Umar Patek, kalau tak dipenjara dia akan kembali ke negara itu. "Tapi sekarang tidak mungkin lagi," ujarnya.
Dalam teror itu, Umar Patek berperan merakit bom. Karena ahli merakit bom berdaya ledak rendah, dia bertugas melakban rak-rak filling cabinet. "Bahannya dari aluminium powder, mudah terbang. Jadi harus dilakban," ujarnya.
Akibat keterlibatannya dalam kejahatan yang menewaskan 202 orang dan 209 lainnya luka-luka itu Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhi hukuman 20 tahun penjara kepada Umar Patek. Vonis itu dibacakan oleh ketua majelis hakim Encep Yuliardi pada Kamis, 21 Juni 2012.
CORNILA DESYANA
Berita terkait:
Alasan Umar Patek Terlambat Minta Maaf
Pengacara Minta Umar Patek Tak Banding
Umar Patek Divonis Penjara 20 Tahun
300 Polisi Jaga Sidang Umar Patek
Umar Patek Hadapi Vonis Hari Ini