TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan berhasil mempertahankan penggunaan vaksin polio secara oral dalam sidang kesehatan sedunia (World Health Assembly) yang digelar sekali setahun oleh World Health Organization (WHO), yang berlangsung pekan lalu di Jenewa, Swiss. “Ini hal yang membanggakan,” kata Pelaksana Tugas Menteri Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, di kantor Kementerian Kesehatan, Kamis, 31 Mei 2012.
Ali mengatakan penggunaan vaksin polio oral sempat diusulkan diganti menjadi vaksin suntik. Namun, di dalam sidang, delegasi Indonesia tegas menolak usulan tersebut. Akhirnya rencana penggantian vaksi dari oral menjadi suntik batal dilaksanakan.
Seandainya penggantian metode pemberian vaksin tersebut disetujui, Indonesia akan mengalami kerugian yang cukup besar. Menurut Ali, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak mengekspor vaksin oral ke negara lain. “Kita ekspor ke-118 negara,” ujarnya.
Selain itu, Ali mengatakan, biaya vaksin suntik juga jauh lebih mahal ketimbang vaksin oral. Jika penggantian disetujui, pemerintah perlu anggaran yang lebih besar untuk mencegah polio. “Bisa 50 kali lipat lebih mahal dari oral,” katanya.
Menurut Ali, usulan penggunaan vaksin polio suntik tidak sesuai bagi kebanyakan negara yang membutuhkan vaksin dengan biaya murah. Terlebih vaksin oral terbukti sama ampuhnya dengan vaksin suntik. “Di Indonesia saja sudah tidak ada kasus polio,” katanya.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga, mengatakan upaya penghapusan polio merupakan salah satu agenda krusial yang dibicarakan di sidang yang berlangsung sejak 21-26 Mei tersebut. Adapun WHO mengusulkan mengganti vaksin oral menjadi suntik dengan pertimbangan keamanan.
ANANDA BADUDU