TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus terorisme Umar Patek menuturkan tidak pernah mengikuti pertemuan terkait dengan rencana pelatihan militer oleh Dulmatin di Jalin Jantho, Aceh. Patek menyatakan jika sidang dapat menghadirkan fakta dia mengikuti pertemuan itu, dia siap dipenggal.
"Saya siap leher saya dipenggal hari ini, di pengadilan ini," kata Patek dengan nada suara meninggi dalam sidang Kamis, 31 Mei 2012.
Patek mengatakan ia tidak tahu-menahu rencana pelatihan militer itu saat diajak untuk menghadiri pernikahan Hasan Nur di Banten pada Desember 2009. Ketika diajak rekan-rekannya ke sebuah pantai di Kabupaten Lebak, Banten, Patek mengatakan dia tetap berada di mobil kala semua rekannya turun. Dalam keadaan pintu dan jendela mobil tertutup, serta ditambah desingan suara pendingin mobil, kata Patek, sayup-sayup ia mendengar letusan.
Namun Patek mengatakan dia tidak dapat memastikan bunyi letusan itu. Dia sempat mengira letusan tersebut berasal dari petasan karena ketika itu menjelang Natal dan Tahun Baru. Ketika berada di rumah Hasan Nur untuk menghadiri sebuah pernikahan, Patek mendengar Hasan Nur berbisik kepada Dulmatin. "Tiga armain itu bagus," ujar Patek menirukan Hasan.
Patek menyatakan dia memang melihat adanya senjata yang disimpan dalam ransel, diletakkan di bagian tengah mobil. Namun Patek menyatakan baik Hasan Nur maupun Dulmatin tidak pernah membicarakan mengenai uji coba senjata itu dengannya.
Patek dijerat pasal berlapis terkait dengan tindak pidana terorisme. Patek dihadapkan pada Pasal 15 juncto Pasal 9 dan Pasal 13 huruf c Undang-Undang Terorisme. Patek pun dijerat Pasal 266 ayat 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan dokumen. Patek juga dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, serta Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan dan penggunaan bahan peledak tanpa izin. Jaksa pun telah meminta majelis hakin untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup.
Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab dihadapkan pada enam dakwaan. Ia dinilai melanggar sejumlah pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Pemberantasan Terorisme. Dakwaan pertama adalah dugaan memasukkan senjata api dari Filipina ke Indonesia. Kedua, terkait dengan pemberian bantuan pada Dulmatin, Warsito, dan Sibgoh untuk melakukan uji coba tiga pucuk senjata M-16.
Ketiga, Umar Patek dengan sengaja dan terencana merampas nyawa orang lain, yaitu sebagai salah satu pelaku Bom Bali I yang menewaskan 192 orang. Bom itu meledak di tiga lokasi, yaitu sebelah selatan kantor Konsulat Amerika Serikat, di dalam Paddy''s Pub, dan di depan Sari Club, Denpasar, pada 12 Oktober 2002.
Dakwaan keempat dan kelima terkait dengan pemalsuan paspor atas nama Anis Alawi Jafar. Paspor tersebut digunakan untuk berangkat ke Lahore, Pakistan, bersama sang istri, Fatimah Zahra. Terakhir, jaksa mendakwa Umar Patek sebagai aktor peledakan enam gereja pada 24 Desember 2000. Gereja yang diledakkan adalah Gereja Katedral Jakarta, Gereja Kanisius, Gereja Oikumene, Gereja Santo Yosep, Gereja Koinonia, dan Gereja Anglikan.
MARIA YUNIAR
Berita lain:
Sosok Umar Patek
Pengacara: Mudah-Mudahan Umar Patek Sudah Siap
Umar Patek Pernah Titip Senjata di Filipina
Umar Patek Akui Bantu Azahari Bikin Bom Bali
Ke Pakistan, Umar Patek Pakai Nama Anis Alawi