TEMPO.CO, Malang-Lembaga konservasi ProFauna Indonsia mengecam Bupati Karangasem I Wayan Geredeg yang menginstruksikan pemberantasan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Apalagi dengan cara sadis yakni menangkap monyet serta memasukkan bandil (daun rotan berduri) ke dubur monyet. Sehingga kelompok monyet akan saling serang hingga satu per satu tewas.
"Pernyataan yang gegabah, provokatif, dan tidak mengindahkan nilai luhur keselarasan hubungan manusia, lingkungan dan Tuhan (Tri Hita Karana)," kata Koordinator ProFauna Bali representative Jatmiko Wiwoho dalam siaran persnya, Ahad, 27 Mei 2012.
Menurutnya konflik antara manusia dan satwa terjadi karena habitatnya semakin menipis. Sehingga pakan alami monyet tak tersedia di alam. Akibatnya monyet mendekati pemukiman hingga menyerang manusia. Seharusnya, Bupati tak menganggap satwa liar sebagai musuh manusia yang harus diberantas dengan cara keji.
Cara yang keji menyerang satwa, katanya, merupakan bentuk kekejaman terhadap satwa atau animal cruelty. Bahkan, dikhawatirkan monyet akan semakin agresif dan menyerang manusia. "Bupati harus mendengar pendapat ahli biologi, kedokteran hewan, kehutanan, praktisi konservasi satwa, dan agamawan," katanya.
Contohnya antara lain dengan kastrasi atau pemandulan pada monyet jantan untuk mengontrol populasi. Namun, harus dilakukan kajian mendalam untuk menentukan kastrasi yang tepat. Metode ini mampu secara alamiah mengurangi populasi satwa secara aman.
Menurutnya, setiap satwa memiliki andil dalam keseimbangan ekosistem. Sebelumnya, seekor monyet menyerang Nyoman Gunung warga Banjar warga Desa Nongan, Kabupaten Gianyar hingga tewas. Lantas aparat kepolisian dan TNI yang menembak mati monyet itu di Kabupaten Gianyar pada 19 Mei lalu. Setelah uji laboratorium monyet tersebut ternyata tak terinveksi rabies.
EKO WIDIANTO