TEMPO.CO, Pontianak - Masyarakat Sajingan Besar, Sambas, Kalimantan Barat kekurangan stok beras lokal. Mereka mengkonsumsi beras Malaysia, untuk mencukupi kebutuhan pangan. "Beras merek Beras Nasional dapat dengan mudah oleh masyarakat perbatasan," kata Koordinator pendamping petani perbatasan, Sumantri, kemarin.
Menurut Sumantri, kekurangan stok beras di perbatasan ini disebabkan beberapa hal, sejumlah masalah, antara lain terus menyempitnya luas lahan pertanian. Meski sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, namun beras yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan hidup.
Padahal Sambas selama ini dikenal sebagai penghasil beras yang cukup besar. Di pasar lokal di Perbatasan Aruk, Sambas Beras Malaysia yang dikemas dalam sebuah karung kecil dengan ukuran 10 kilogram dijual dengan harga Rp 85 ribu. Beras ini biasanya didatangkan dari pasar Pekan Biawak, Malaysia. Kualitas beras Malaysia ini menurut Sumantri tidak sebaik beras dari Indonesia. “Tingkat kerusakan beras mencapai 15 persen,” ujarnya.
Petani setempat masih mengandalkan pertanian tadah hujan, sehingga hanya mampu sekali panen. Sistem irigasi, sama sekali tidak berfungsi, karena beberapa masalah.
Distribusi beras lokal dari ibukota kabupaten Sambas ke wilayah perbatasan juga terhambat dengan rusaknya sejumlah ruas jalan. “Banyak jalan yang rusak. Di beberapa lokasi bahkan ada yang terkena longsor. Inilah yang menyebabkan stok beras Indonesia itu sangat kurang,” ujar Sumantri.
Muhammad Zuni Irawan, pendamping petani dari lembaga Gemawan mengatakan, pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan beras warga di perbatasan. “Sebelum border Aruk dibuka, warga bisa dengan mudah membeli beras di Malaysia. Tapi sejak lintas batas dibuka, warga sekarang harus punya beberapa surat. Pembelian juga dibatasi dan dikenai pajak,” ujar Zuni.
Kondisi ini menyebabkan, warga menjadi serba salah. Untuk membeli beras Malaysia sudah susah karena terkait regulasi, sedangkan beras lokal tidak mencukupi.
ASEANTY PAHLEVI