TEMPO.CO, Surakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mengingatkan belasan provinsi di Tanah Air masih rawan terjadi tindak pidana terorisme. Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Brigadir Jenderal Esa Permadi menengarai 15 provinsi menjadi sarang teroris.
BNPT mencatat selama ini sudah ada 800 teroris yang tertangkap. Lima ratus orang di antaranya sedang diadili dan 300 sisanya sudah bebas dan kembali ke masyarakat. Meskipun sudah ratusan teroris ditangkap dan diadili, "Ada belasan provinsi yang rawan terorisme," kata Esa Permadi seusai seminar semangat kebangkitan nasional untuk menggalang kebersamaan mencegah terorisme di Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jumat, 25 Mei 2012.
Provinsi yang dimaksud Esa adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
Dia mengatakan 15 provinsi di atas dinilai rawan terorisme karena dari hasil operasi intelijen diketahui ada pelaku-pelaku terorisme yang bersembunyi di daerah tersebut. Sebagian ada yang tertangkap di situ, ada kegiatan mengarah terorisme, dan ada orang-orang yang keluar-masuk dan mengadakan pertemuan. "Dari database yang ada, orang-orang itu teridentifikasi sebagai pelaku. Kami sudah punya datanya, seperti foto dan tinggi badan," ujarnya.
Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS Pawito mengatakan sebagian akar penyebab terorisme adalah ketidakadilan, kemiskinan, kapitalisme, sikap permisif masyarakat, dan pemahaman yang sempit terhadap ajaran agama.
Baca Juga:
"Untuk tindakan pencegahan, bisa dilakukan dengan mengembangkan kemandirian secara politis, ekonomi, dan budaya," kata Pawito. Bisa juga dengan membina potensi anak bangsa, penanggulangan kemiskinan, dan mengembangkan karakter bangsa.
Esa mengatakan pola deradikalisasi yang selama ini dilakukan, misalnya memberi bantuan modal bagi eks teroris. "Ada bekas mujahidin di Afganistan yang pulang ke Indonesia dan tidak punya apa-apa. Lalu kami beri modal dan sekarang jadi pengusaha kebab," katanya.
Dia menyebutkan pola serupa terus dilakukan untuk mencegah para eks teroris kembali bersentuhan dengan tindakan terorisme. "Tentu kami juga menjaga agar yang bersangkutan tidak lagi berkomunikasi dengan kelompoknya yang dulu," ucapnya.
UKKY PRIMARTANTYO