TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak dinding Gunung Salak merupakan kecelakaan paling berat dalam penerbangan Indonesia. Begitulah pendapat bekas penyelidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Hanna Simatupang. Kata Hanna, ada tiga dugaan yang menyebabkan kapal terbang asal Rusia itu mengalami malapetaka.
“Ketakhati-hatian pilot, kurang baiknya komunikasi di menara pengawas, dan sejumlah alat di pesawat yang tak berfungsi,” kata Hanna kepada Tempo.
Pada joy flight Rabu, 9 Mei 2012, pilot Aleksandr Yablontsev mengabarkan ia akan menyetir pesawat secara instrument flight rules. Artinya, Yablontsev mempiloti Sukhoi hanya mengandalkan alat-alat navigasi di kokpit, bukan penglihatan kasat. Dan sebelum meninggalkan landasan, pilot serta kopilot berembuk membahas jalur. Hasilnya dituangkan dalam dokumen flight plan.
Untuk beberapa jalur penerbangan, tersedia ground proximity warning system (GPWS) yang bisa dimasukkan peta kontur wilayah itu. Dalam penerbangan instrumental, GPWS akan memberi tahu secara otomatis kepada pilot apa saja benda-benda di sekeliling pesawat waktu mengudara. Namun, kata seorang ahli penerbangan di Komite Nasional Keselamatan Transportasi, GPWS tak di-instal pada jalur penerbangan Halim-Pelabuhan Ratu.
Jika GPWS memang tak ter-instal, Hanna melanjutkan, ada cara lain untuk menghindari buta medan: mengajak pilot lokal mendampingi. “Ini prosedur dalam joy flight, terutama untuk pilot asing yang belum pernah terbang di suatu jalur,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Muhammad Hisyam, pilot di Kementerian Perhubungan yang 12 tahun pernah menjadi petugas ATC Cengkareng, menduga GPWS itu berfungsi dengan baik. Tapi peringatannya diabaikan pilot. Sebab, jika menemukan hambatan, biasanya alat itu akan berteriak sangat nyaring mirip suara manusia.
“Bunyinya terrain, terrain, lalu pull up jika sudah mendekati obstacle,” katanya.
Sebelum lambung kapal menghantam tebing Gunung Salak, Yablontsev sempat menghubungi menara Air Traffic Controller guna meminta izin turun dan memberi tahu akan berbelok. Dugaannya, Yablontsev menginformasikan akan berbelok karena ia sadar telah melenceng dari jalur ke Pelabuhan Ratu. Namun, kata Hanna, secara teori, radar di ATC semestinya tahu ke mana arah pesawat. “Dan petugas harus memberi tahu lalu memandu pesawat kembali mengarah ke jalurnya,” katanya.
Soal dugaan salah komunikasi antara petugas ATC dan Yablontsev, yang berbicara Inggris dengan logat Rusia, diragukan Hisyam maupun Hanna. Dalam penerbangan, bahasa pilot itu spesifik dan ada kode tertentu untuk menghindari salah dengar.
BAGJA HIDAYAT | PRAMONO | AFRILLIA SURYANIS | CORNILA DESYANA
Berita lain:
Lebih Lengkap Soal Insiden Sukhoi
Sukhoi Punya 9,4 Detik untuk Selamat
Cerita Mantan Bos Merpati Lolos dari Maut Sukhoi
Beginilah Pembicaraan Pilot Sukhoi dan Petugas ATC
Curhat Pilot: ATC Ikut Menyelamatkan Pesawat
Soal Sukhoi, DPR Panggil Direksi Trimarga Rekatama
Centang-perenang Menara Pengawas Pesawat (ATC)