TEMPO.CO, Jakarta - Irshad Manji tak kaget saat mendengar beberapa kabar buruk Kamis malam dua pekan lalu. Saat itu, Direktur Moral Courage Project, New York University, ini baru mendarat di Indonesia untuk mempromosikan buku terbarunya, Allah, Liberty, and Love.
Salah satu kabar buruk itu mengatakan sebuah jaringan toko buku besar di Indonesia membatalkan peredaran buku yang sedang dipromosikannya. Kabar buruk lainnya, diskusi di kantor Pengurus Pusat Muhammadiyah keesokan harinya (Jumat, 4 Mei) dibatalkan dan dipindahkan ke Maarif Institute. “Saya tahu dari Twitter,” katanya ringan setelah diskusi Maarif Institute di Tebet.
Bahkan, sebelum terbang ke Indonesia untuk kedua kalinya, warga negara Kanada ini sudah membayangkan akan mendapat penolakan dari otoritas agama ataupun pemerintah. Empat tahun lalu, Irshad datang untuk mempromosikan buku Beriman tanpa Rasa Takut, terjemahan dari The Trouble with Islam Today: A Wake-Up Call for Honesty and Change. Buku ini mengundang banyak hujatan dari kalangan muslim militan. Bahkan teror dan ancaman pembunuhan.
Purwani Diyah Prabandari dari Tempo mewawancarai Irshad Manji, 44 tahun, di sela hiruk-pikuk kegiatannya. Wawancara berlangsung dua kali, Jumat dua pekan lalu dan Senin berikutnya.
Buku terbaru Anda mendapat banyak penolakan, padahal yang dulu tidak. Apakah Anda kaget?
Baca Juga:
Ketika saya ke sini pertama kali, banyak yang tertarik kepada buku saya. Tapi saat itu pemerintah atau otoritas agama tidak begitu tahu karya saya. Jadi, mereka tidak serius menanggapi. Namun kehebohan dalam kunjungan pertama itu membuat otoritas agama dan pemerintah merasa terancam oleh kehadiran kedua saya kali ini.
Kalau tahu akan ditentang, kenapa tetap datang?
Di Facebook saya posting sebuah grafis yang memperlihatkan meningkatnya penolakan atas kehadiran Irshad Manji di Indonesia. Kemudian saya bilang, "Saya terbang ke Jakarta hari ini, tolong doakan saya dan sabar." Sejumlah orang Indonesia memberikan komentar yang kebanyakan mendukung: lanjutkan, teruskan langkah, tetap berjuang, dan lain-lain.
Menurut Anda, dukungan saja cukup?
Orang tak cukup hanya memberi penghargaan kepada pelaku perubahan. Sangat mudah untuk mengatakan, "Apa yang bisa saya lakukan? Saya tak punya apa-apa." Kita tidak boleh seperti itu. Setiap pilihan yang kita buat setiap hari adalah gerakan untuk perubahan. Jadi, buku Allah, Liberty, and Love mengupas soal apa yang Anda semua bisa lakukan untuk perubahan.
Jadi, Anda telah siap dengan penolakan?
Mahatma Gandhi mengatakan, "Ketika kita mencoba melakukan perubahan, pertama-tama mereka akan mengabaikan kita. Kemudian mereka akan memperolok kita. Kemudian mereka memerangi kita. Akhirnya, kita menang." Jadi, untuk buku kedua ini, saya sudah membayangkan akan lebih banyak penolakan dibanding buku pertama.
Dengan memakai skenario Gandhi, Anda sekarang ini di tahap apa?
Di tahap perlawanan atau perang. Mereka tak lagi memperolok. Mereka membungkam. Tapi saya tak akan melakukan perlawanan dengan kekerasan. Malam ini saya akan muncul ke Komunitas Salihara. Mungkin saya akan diusir, tapi saya tetap akan datang ke diskusi. Saya tak akan lari. Demikian pula di Solo dan Yogyakarta.
***
Pukul 17.00, Irshad Manji meninggalkan Tebet menuju kompleks Komunitas Salihara di Pasar Minggu. Acaranya adalah peluncuran buku Allah, Liberty, and Love, sekaligus diskusi. Meskipun ada kabar rencana kehadiran massa penentang acara, diskusi tetap dilangsungkan. Dua jam kemudian, saat Irshad sedang berbicara, Kepala Kepolisian Sektor Pasar Minggu Komisaris Adri Desas Puryanto menginterupsi dan memberi pernyataan di depan peserta diskusi. Ia memberi waktu sepuluh menit agar acara bubar. Kalau tidak, polisi akan pergi.
Di luar, massa beringas. Mendekati pukul 20.00, pagar nyaris jebol. Massa bersorban putih berteriak-teriak, “Allahu Akbar,” juga, “Bubarkan!” Diskusi pun dihentikan.
Anda akhirnya meninggalkan diskusi di Salihara. Kenapa?
Waktu itu sebenarnya saya memutuskan bertahan di panggung. Saat panitia menghentikan sebentar, saya bilang, "Come on… kalau kita break, acara akan berakhir." Kami menawarkan kompromi dengan membolehkan polisi berbicara dan membajak acara. Tapi kemudian saya melihat seseorang membawa bayi. Pada titik tersebut, saya tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi dengan bayi di situ. Kemudian saya setuju pindah ke auditorium, tempat kami bisa melakukan penandatanganan buku dan berfoto bersama.
Tapi itu pun batal.
Ketika saya menuju lantai dua, keadaan menjadi berbahaya. Jendela di lantai dua bergetar karena gerakan-gerakan di lantai bawah. Saya sempat mengirim pesan video ke audiens dan mengatakan saya tak akan pergi jika mereka tak pergi. Tapi kemudian panitia memberi tahu saya, polisi akan membawa saya untuk dimintai keterangan. Pengacara menyarankan saya meninggalkan Salihara. Saya setuju, tapi dengan syarat saya menyampaikan pernyataan verbal kepada para aktivis di lantai bawah. Polisi setuju. Saya berbicara tiga menit. Tapi, baru semenit, massa FPI mendekat. Polisi mengelilingi kami. Saya harus segera menyelesaikan pernyataan. Kemudian saya didesak dan dibawa ke mobil polisi yang sudah menunggu. Sedangkan di luar, orang-orang menggebrak-gebrak jendela mobil.
Pernah mengalami kejadian seperti ini?
Empat bulan silam, saat saya berada di pusat komunitas di Amsterdam untuk meluncurkan buku ini. Sekitar 20 orang menyerbu masuk dan mengibarkan bendera hitam sambil berteriak-teriak, “Anda kafir.” Mereka minta saya dieksekusi. Mereka yang akan mematahkan leher saya.
Anda takut?
Saya tidak takut. Momen terbaik pada saat itu, tak seorang tamu pun lari dari ruangan. Bahkan mereka membentuk benteng mengelilingi saya. Setelah polisi datang dan menangkap beberapa penyerbu, kami meneruskan acara seperti tak terjadi apa-apa. Kami tidak tunduk kepada para penggertak. Belakangan polisi menemukan senapan mesin di rumah salah seorang yang ditangkap.
Itu yang membuat Anda pernah pakai bodyguard?
Saya dulu pernah menggunakan bodyguard. Tapi kemudian saya sadar, para pemuda muslim akan melihat itu dan berpikir: satu-satunya cara kita bisa bersuara lantang adalah dengan mendapatkan perlindungan bodyguard 24 jam. Jadi, saya menghentikannya. Tapi, ke mana pun saya pergi, kalau tahu ada bukti ancaman, kami akan bekerja sama dengan polisi. Tapi kadang polisi pun tak bisa melakukan apa-apa. Tak mengapa juga. Jadi, lakukan yang kita bisa. Serahkan sisanya ke tangan Tuhan.
Baca wawancara selengkapnya di MBM TEMPO edisi 14-20 Mei 2012
Berita terkait:
Irshad Manji Ditolak Muslimah Malaysia
Luncurkan Buku di Amsterdam, Irshad Manji Diserang
Soal Irshad Manji, Sultan Minta Polisi Konsisten
MMI Ancam Gugat Balik Pendukung Irshad Manji
Diskusi Irshad Manji, MMI Dilaporkan ke Polda