TEMPO.CO, Jakarta -- Kecelakaan pesawat Sukhoi SuperJet 100 yang merengut 45 nyawa penumpang dan awak menyisakan banyak pekerjaan bagi pemerintah Rusia serta Indonesia. Namun alih-alih bekerja sama, tim kedua belah pihak saling mengerutu di belakang karena susah bekerja sama.
Salah satu anggota tim dari Rusia menuding tim dari Indonesia sengaja menunda pencarian rekaman pembicaraan pesawat atau black box. "Sepertinya tim dari pemerintah Indonesia sengaja menunda pencarian black box karena menyembunyikan sesuatu," kata seorang sumber Kementerian Keadaan Darurat Rusia yang ikut dalam pencarian korban Sukhoi di Gunung Salak, Jawa Barat.
Seperti dilansir situs Lifenews.ru, Selasa 15 Mei 2012, sejumah pejabat Kementerian Rusia ikut turun ke lokasi kecelakaan pesawat Sukhoi. Namun pemerintah Indonesia tidak mengizinkan mereka membantu sehingga tim Rusia hanya bisa menonton proses pencarian saja.
Salah satu yang dipersoalkan adalah, tim SAR Rusia tak bisa memakai helikopter di sana. Padahal ketika ke Gunung Salak, kata si sumber, mereka memboyong segala perlengkapan, termasuk helikopter. "Tapi pemerintah Indonesia tidak mengizinkan kami menggunakannnya. Alasan mereka cuaca sedang berangin," kata sumber itu di Lifenews.ru.(baca:Tim Rusia Dilarang Terbangkan Helikopter ke Lokasi).
Tudingan tidak bisa diajak bekerja sama juga dilontarkan pemerintah Indonesia ke Rusia. Alasannya, pemerintah Rusia dianggap menolak memberikan sampel DNA korban Sukhoi sehingga tim Disaster Victim Indentification (DVI) Markas Besar Kepolisian RI sulit mengidentifikasi jati diri korban dari Rusia. "Ahli Rusia melarang patolog mengakses sampel DNA, contoh gigi, dan sidik jari dari kerabat penumpang serta awak Sukhoi," tulis Lifenews.ru.
Situs berita itu juga melaporkan jika pemerintah Indonesia sudah melayangkan surat ke Kedutaan Rusia untuk segera memberikan sampel DNA. Sebab tanpa contoh DNA, proses identifikasi penumpang dan awak Rusia terpaksa ditunda.
Tragedi Sukhoi SuperJet 100 terjadi pada 9 Mei 2012. Pesawat produksi Rusia itu lepas landas dari Landasan Udara Halim Perdanakusuma pukul 14.12 untuk melakukan joy flight ke selatan Jakarta. Sekitar 21 menit di udara, Yablontsev menghubungi menara kontrol di Bandara Soekarno-Hatta dan meminta izin turun dari ketinggian 10 ribu ke enam ribu kaki. Namun setelah itu, Sukhoi menghilang. Deteksi radar terakhir menunjukkan pesawat itu berada di wilayah Gunung Salak.
Kepala Badan Search and Rescue Nasional, Marsekal Madya Daryatmo, menolak isu ketidakharmonisan tim dua negara ini. Menurut dia, sejak awal, pemerintah dua negara sudah berkomitmen untuk saling bekerja sama bahu-membahu mengevakuasi korban dan mengungkap terjadinya kecelakaan.
Soal penyebab helikopter Rusia pada hari-hari awal belum turun karena itu demi keselamatan bersama. Selain dua hari pertama evakuasi, lalu lintas helikopter di udara saat ini sedang padat, juga karena saat itu Rusia dianggap belum menguasai medan. "SAR itu tidak mengenal batas, tidak kenal suku, dan agama. Tapi keselamatan tetap kita utamakan. Kalau mereka tidak kenal kondisi kita, masak kita biarkan," ujarnya,
Selain itu, ada tahap yang perlu dilalui oleh pihak Rusia. "Ada tahapan. Katakanlah cek kesehatan dulu dan familiarisation dulu. Belakangan mereka menerima," ujarnya. "Mereka tidak keberatan," ujarnya. Ia berjanji nantinya tim Indonesia akan bekerja sama mengevakuasi. "Sama-sama. Kan, kecelakaan sama-sama, cari sama-sama."
LIFENEWS | CORNILA DESYANA | ATMI PERTIWI
Berita terkait
Tim Rusia Dilarang Terbangkan Helikopter ke Lokasi
Dua Wartawan Rusia Peliput Sukhoi Dievakuasi
Hari Ini, Ahli DNA Rusia Bantu Identifikasi Korban Sukhoi
Tim SAR Rusia Akui Medan Evakuasi Sukhoi Berat
50 Anggota Tim Rusia Tiba di Posko Evakuasi Sukhoi
Ahli Forensik Rusia Ikut Identifikasi Jenazah
Dua Orang Mekanik Sukhoi ke Pos Evakuasi
Tim Sukhoi Rusia Libatkan Investigator Kriminal
Rusia Datangkan 76 Penyidik Sukhoi
Tim Rusia untuk Investigasi Akan Tinggal Tanpa Batas