TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004, Nunun Nurbaetie, geram dengan pemberitaan media massa selama ini. Menurut Nunun, media tak henti-hentinya memproduksi berita yang menyudutkan dirinya.
"Saya dijadikan komoditas media," ujar Nunun dalam nota pembelaan pribadi yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 30 April 2012.
Nunun menuding medialah yang membuatnya sempat menetap lama di luar negeri, yakni sejak Februari 2009 hingga Desember 2011. Padahal, kata istri bekas Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun, semula ia hanya berniat berobat di Singapura dan langsung kembali ke Tanah Air setelah kondisi kesehatannya membaik.
Namun, karena media di Indonesia ramai membicarakannya, Nunun mengurungkan niatnya. "Media memutarbalikkan fakta dan memberitakan saya melarikan diri," kata dia. "Saya semakin enggan kembali."
Yang membuat Nunun tambah jengah, ada wartawan dari Indonesia yang menemui dokternya di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Kepada dokternya, sang wartawan, kata Nunun, menyebutnya sebagai orang yang paling dicari di Indonesia. Efeknya, dokter di Mount Elizabeth, Singapura, itu menolak memeriksa Nunun. "Sejak saya diintimidasi oleh media dan dijadikan komoditas oleh media, saya jadi enggan untuk segera pulang ke Indonesia," katanya.
Nunun mengklaim ia pergi ke luar negeri memang untuk berobat. Sebab kondisi kesehatannya memburuk sejak 17 Agustus 2005. Saat itu ia merasa sakit dan nyeri luar biasa di kepalanya. Setelah merujuk ke dokter, ia didiagnosis menderita penyakit saraf. "Saya terpaksa harus mengkonsumsi obat-obatan dan bergantung pada dokter ahli saraf. Karena bagaimanapun saya ingin tetap tampil prima di depan umum," ujarnya.
Keberangkatannya ke Singapura disebut Nunun diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kedutaan Besar RI di Singapura. Dalam surat yang ditandatangani suaminya itu, Nunun mencantumkan alamat tempat tinggalnya selama tinggal di Singapura dan nama rumah sakit yang merawatnya.
Nunun didakwa membagikan 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Cek itu dibagikan setelah Miranda Swaray Goeltom terpilih sebagai DGS BI 2004 dalam uji kepatutan dan kelayakan di Senayan.
Dalam sidang pekan lalu, tim jaksa penuntut umum pimpinan M. Rum menuntut Nunun dengan hukuman penjara empat tahun dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara. Nunun dinilai terbukti terlibat suap dan terbukti memfasilitasi Miranda bertemu dengan politikus Senayan di rumahnya, Cipete, Jakarta Selatan.
ISMA SAVITRI
Berita terkait
Mengaku Bodoh, Nunun Baca Pleidoi Sedikit
Hari Ini Nunun Diperiksa untuk Tersangka Miranda
Senyum dan Senandung Nunun di Hari Penuntutan
Nunun dan Pengacaranya 'Tos' Usai Tuntutan
Adang Tak Pernah Muncul, Ini Jawaban Nunun
Keakraban Nun dan Mir