TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah tegas mengusut kasus dugaan pencurian organ yang menimpa tiga TKI Indonesia di Malaysia. "Kita bisa menuntut Malaysia secara hukum," ujar anggota Komisi Tenaga Kerja, Rieke Diah Pitaloka, saat dihubungi, Selasa, 24 April 2012.
Menurut Rieke pemerintah bisa memanfaatkan konvensi perlindungan buruh migran yang baru disahkan dalam paripurna DPR pada 12 April lalu. Ratifikasi ini mewajibkan negara penerima buruh migran dari negara yang sudah meratifikasi konvensi PBB ini untuk memenuhi semua hak buruh migran. "Meskipun Malaysia belum meratifikasi, tetapi mereka harus memenuhi isi konvensi ini," ujar Rieke.
Tiga TKI asal Desa Pancor Kopong, Kecamatan Pringgasela Selatan, dan Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur dipulangkan dalam keadaan mati. Ada jahitan di tengah dada dan perut. Yang paling mencurigakan adalah ada jahitan di bagian mata mereka. Diduga, organ mereka dipreteli.
Pemerintah melalui institusi yang ada, kata Rieke, harus bisa mencegah peristiwa ini terulang. Menurut dia, pemerintah tidak perlu membentuk satuan tugas baru untuk mengusut kasus ini. "Saya bosen ada satuan lagi, optimalkan saja kementerian terkait."
Mengenai tiga TKI asal Nusa Tenggara Barat yang menjadi korban pencurian organ, Rieke berharap otopsi ulang segera dilakukan. Hal ini untuk memperkuat bukti dan tuntutan yang akan diajukan pada Malaysia.
Rieke juga meminta pemerintah belajar dari kasus yang menimpa tiga TKI ini. Menurut Rieke, selama ini pemerintah selalu mudah mempercayai hasil otopsi yang dikeluarkan negara tempat TKI meninggal. Dia menyarankan pemerintah untuk kembali melakukan otopsi kembali begitu jenazah TKI sampai di Tanah Air. "Otopsi ulang sangat diperlukan untuk klarifikasi. Sayangnya selama ini tidak ada klarifikasi."
Tiga TKI asal Desa Pancor Kopong, Kecamatan Pringgasela Selatan, dan Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia. Menurut hasil otopsi yang diterima Kedutaan Besar RI di Malaysia, mereka meninggal akibat ditembak polisi Malaysia di daerah Port Dickson karena membawa parang dan menyerang polisi. Namun, keluarga berpendapat ada keanehan di tubuh jenazah saat akan dimakamkan. Mereka adalah Herman dan Abdul Kadir Jaelani asal Desa Pancor Kopong, serta Mad Noon asal Desa Pengadangan.
Hirman, kakak Abdul Kadir Jaelani, melihat kondisi korban di rumah sakit Malaysia. Menurut dia, kondisi tubuh para korban sudah penuh jahitan, yaitu di bagian mata, bagian dada, dan pada bagian tengah perut. Keluarga korban curiga tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Kisah tragis itu mengingatkan kejadian 20 tahun lalu. Kala itu, tahun 1992, sesosok jasad tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia dipulangkan dari Singapura. Karena kematian dianggap tak wajar, otopsi dilakukan di Tanah Air. Saat itulah diketahui organ tubuhnya sebagian diganti dengan tas kresek.
IRA GUSLINA SUFA