TEMPO.CO, Yogyakarta -- Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widyoko, menilai kenaikan gaji dan tunjangan atau remunerasi para hakim dinilai wajar diberikan. Namun kebijakan itu harus dibarengi dengan aturan bagi hakim untuk meningkatkan kedisiplinan kerja hakim.
“Tak masalah gaji itu dinaikkan, misalnya sedikit di atas pegawai negeri sipil, khususnya bagi hakim di daerah yang selama ini banyak pindah kerja,” kata Danang di Yogyakarta, Jumat 13 April 2012. Namun Danang mendesak turunnya kebijakan itu harus dibarengi dengan perubahan internal berupa peningkatan disiplin para hakim dalam kinerjanya.
Baca Juga:
Diungkapkan Danang, selama ini pihaknya sering kali mendapati persoalan dalam kinerja hakim, terlebih ke sisi teknis, selain kondisi moral yang menyangkut persoalan etika mereka selama menangani sebuah kasus. “Misalnya dari hal kecil, sering kali hakim itu tak segera membuat atau menulis laporan putusannya, meski vonis telah dibacakan,” kata dia.
Menurut Danang, karena lambannya hakim yang sering kali telat dalam menulis putusan yang ada itu, kinerja penegak hukum lain menjadi terhambat. “Kan sering itu kejaksaan mau eksekusi, tapi putusannya belum diketik sama hakimnya, jadi terhambat hanya karena soal sepele,” kata dia.
Tak hanya soal-soal sepele, kasus cukup besar seperti kasus korupsi juga sering tak segera dieksekusi karena hakim lamban menulis putusannya. “Dulu janjinya di tiap daerah akan ada website sehingga tiap putusan bisa segera diunggah dan dibaca masyarakat. Tapi, selama ini, itu enggak terjadi, baru MA yang vonis turun putusan jadi sore dan bisa dilihat di web,” kata dia.
Danang menambahkan, kenaikan gaji hakim sama sekali tak akan berpengaruh pada independensi dan moral seorang hakim dalam menangani sebuah perkara. “Enggaklah kalau gajinya naik lantas bebas suap dan korupsi, tapi pengaruhnya ke kinerja,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO