TEMPO.CO, Jakarta - Sawad alias Sarjio alias Zainal Abidin mengaku pertama kali mengenal Patek di Pakistan. "Sekitar tahun 1991," kata Sawad, 41 tahun, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari ini, Kamis, 12 April 2012.
Sawad mengaku sama-sama menjadi mahasiswa satu angkatan dengan Patek di sebuah akademi militer setempat. Namun, Sawab mengatakan tidak berangkat bersama Patek dari Indonesia.
Di Pakistan, Sawad menghabiskan waktu bersama Patek selama tiga tahun untuk belajar berperang. Di sana mereka mendapat pelatihan menembak, membuat bahan peledak, serta membaca peta. Dari Karachi, Pakistan, Sawad pergi ke Manila, lalu menuju Kota Batu di Mindanao.
Di Mindanao, Sawad bergabung dengan kelompok Mujahidin di Moro. Ia bertemu Patek di sana pada 1995. Dalam kelompok Mujahidin, Sawad bertugas membantu bidang logistik, seperti memasak dan membersihkan senjata. Patek juga melakukan pekerjaan serupa.
Setelah dua tahun di Moro, Sawad kembali ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah pada awal 1998. Ia mengaku tidak mengetahui lagi perihal keberadaan Patek di Filipina.
Sawad pergi ke Bali pada 26 September 2012 atas permintaan Amrozi. Ia bertemu dengan Ali Imron di rumah kontrakan di Jalan Pulau Menjangan, Denpasar, Bali. Sawad mengaku dirinya ditugasi untuk menjaga rumah itu.
Sawad bertugas mencampur bahan-bahan peledak untuk menjadi bom. Sawad mengaku jumlah bahan tersebut hampir satu ton. Saat bahan tersisa sekitar 50 kilogram, Patek datang ke rumah itu. Sawad mengaku tidak mengetahui rencana kedatangan Patek. Patek membantu dirinya mencampur bahan peledak hingga selesai.
MARIA YUNIAR