TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah petani di Desa Kaibon, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa, 6 Maret 2012, membakar padi siap panen. “Usia tanam sudah 95 hari, tapi kuningnya tidak merata dalam satu tangkai,” kata anggota Kelompok Tani Sejahtera Gabungan Kelompok Tani Kaibon Nyoman Bagiarda.
Bagiarda menjelaskan, jeleknya hasil tanaman padi petani akibat kurangnya pendampingan oleh petugas penyuluh lapangan Dinas Pertanian Kabupaten Madiun. Tanaman padi yang ditanam di lahan seluas tiga hektare itu merupakan hasil dari benih bantuan pemerintah. Benih tersebut jenis hibrida merek Sembada 168 berlabel BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) bantuan tahun 2011.
Menurut Bagiarda, padi dengan kualitas jelek tersebut merugikan petani. Bila harus menunggu bulir yang hijau sampai menguning, maka bulir yang sudah kuning akan rontok. Akibatnya hasil panen akan menurun drastis. “Mungkin kami tidak tahu bagaimana menggunakan benih hibrida yang bagi kami baru. Petani juga tidak mendapat pendampingan PPL,” ujarnya.
Bagiarda menjelaskan, hasil panenan padi petani setempat diperkirakan turun 60 persen. Meski benihnya dibantu pemerintah, menurut dia, hasil padi tidak akan menutupi biaya produksi.
Sebelum menggunakan benih bantuan pemerintah, hasil padi petani setempat rata-rata per hektar mencapai enam ton. Para petani sudah terlanjur berharap dengan menggunakan benih baru bantuan pemerintah, maka hasil panen yang didapat tujuh hingga delapan ton per hektare. ”Kenyataannya ini malah anjlok hanya sekitar dua ton,” ucap Bagiarda dengan nada kesal.
Menanggapi keluhan petani, Wakil Bupati Madiun, Iswanto, mengatakan akan menelusuri asal benih yang dipakai petani tersebut. “Kita akan telusuri dari mana dan prosesnya seperti apa. Kalau memang itu benih resmi, ya nantinya tidak akan dipakai karena hasilnya jelek,” tuturnya.
Ihwal tudingan tidak adanya pendampingan PPL, menurut Iswanto, pihaknya akan melakukan evaluasi. “Kinerja PPL akan kami evaluasi,” kata Iswanto.
ISHOMUDDIN