TEMPO.CO, Kebumen – Mangkraknya proyek pengolahan buah nyamplung menjadi minyak biodiesel ramah lingkungan di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, disebabkan rendahnya harga jual buah itu ke pengolahan minyak. Selain itu, teknologi pembuat minyak bantuan dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian Energi dinilai tidak tepat.
“Teknologi pemecah buah nyamplung tidak sempurna sehingga buah yang dipecah tidak halus,” kata Sekretaris Dinas Kehutanan Kabupaten Kebumen, Sutarno, saat dihubungi Tempo, Selasa, 6 Maret 2012.
Sutarno mengatakan petani nyamplung enggan menjual produknya ke tempat produksi karena satu kilogram nyamplung hanya dibeli Rp 1.000. Ia berharap pemerintah bisa memberikan subsidi agar buah nyamplung bisa dibeli dengan harga Rp 2.000 per kilogram.
Dengan harga Rp 2.000 per kilogram, kata dia, petani sudah mendapatkan untung, terutama untuk transportasi ke tempat pengolahan. Selama ini petani hanya membiarkan tanaman nyamplung berbuah tanpa dipetik hasilnya.
Ia menyebutkan mesin pengolahan nyamplung di Kebumen terletak di Desa Tegalratna, Kecamatan Petanahan, Kebumen. Mesin itu berada di sana sejak 2009, namun gagal digunakan karena tidak bisa memisahkan antara kulit nyamplung dan isinya.
Sutarno melanjutkan, di Kebumen saat ini sudah ditanam sekitar 50 ribu pohon nyamplung. Pohon sebanyak itu bisa menghasilkan sekitar 300 ton minyak biodiesel setiap tahunnya. “Kalau dibandingkan Purworejo, produksi nyamplung di Kebumen sebenarnya hasilnya lebih tinggi,” katanya.
Ia menjelaskan petani nyamplung tersebar di tujuh kecamatan di Kebumen, membentang di pesisir selatan daerah itu. Sutarno berharap pemerintah pusat mempunyai keinginan politik yang kuat agar proyek energi terbarukan itu bisa diselamatkan.
Sebelumnya, Bupati Purworejo Mahsun Zain, Senin kemarin, melakukan perjalanan atau road test biodiesel nyamplung Yogyakarta-Jawa Tengah. Rombongan sempat singgah di Kebumen dan diterima oleh Bupati Kebumen Buyar Winarso. “Kami berharap, ke depan, ada kerja sama antara dua kabupaten karena produksi buah nyamplung di sini cukup banyak,” katanya.
Ia menyebutkan unit pabrik energi terbarukan yang dibangun pemerintah pusat di Kebumen saat ini mangkrak. Bahkan beberapa komponen tidak memenuhi standar sehingga hasil dan kualitas olahannya masih sangat rendah. Mangkraknya mesin juga dipicu oleh biaya produksi yang masih terlalu tinggi.
ARIS ANDRIANTO