TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi telah berkali-kali memanggil Ali Mudhori yang diduga mengetahui kasus suap dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Tapi bekas anggota DPR periode lalu itu tak juga datang.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan lembaganya sudah mengetahui keberadaan Ali. Orang dekat Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar ini diketahui berada di kawasan hutan salah satu daerah. Tapi Busyro tak memerinci lokasi persis Ali. "Kalau nanti tak datang lagi, akan kami ambil paksa," kata Busyro di gedung DPR, Jakarta, Selasa, 21 Februari 2012.
KPK, kata Busyro, masih mendalami keterlibatan Ali Mudhori dalam kasus suap senilai Rp 1,5 miliar itu. KPK masih membutuhkan sejumlah bukti untuk menetapkan Ali Mudhori sebagai tersangka baru dalam kasus tersebut. "Untuk bisa tersangka baru atau tidak itu benar-benar harus prudent," ujar Busyro.
Sejauh ini, Busyro melanjutkan, keterlibatan Ali Mudhori baru sebatas keterangan-keterangan sejumlah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan bukti kuat keterlibatannya masih didalami KPK. "Penetapan sebagai tersangka tergantung korelasi saksi dan bukti," ujar Busyro.
Berdasarkan salinan dokumen yang dimiliki Tempo, bersama Muhammad Fauzi, Ali Mudhori menggodok rencana pengucuran uang Rp 1,5 miliar sehingga komisi dari Dharnawati, kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, itu mengucur pada 25 Agustus 2011. Persetujuan Fauzi untuk pengucuran uang muncul pada 25 Agustus siang. Namun dalam sidang kasus suap Menakertrans kemarin Fauzi mengaku mencatut nama bosnya, Muhaimin Iskandar.
Fauzi mengaku merasa ditekan oleh sejumlah orang yang menunggu gerojokan fee. Kader Partai Kebangkitan Bangsa itu mengaku ia secara spontan menyebut nama Muhaimin karena bosan dipaksa Ali mengambil duit Rp 1,5 miliar dari Dharnawati. "Saya berpikir jabatan paling tinggi itu menteri. Makanya saya catut agar nggak dikejar-kejar lagi," kata dia. "Tapi ternyata nggak mempan, saya tetap dikejar terus oleh Ali.”
Fauzi menuturkan sebenarnya sejak 13 Agustus 2011 dia didesak Ali untuk menadah duit Dharnawati. Lewat telepon Ali memintanya menerima uang yang suatu ketika akan diserahkan Dadong kepadanya. Hal itu ditolak Fauzi, dengan alasan dirinya tidak boleh menerima duit apa pun dari pejabat ataupun kementerian. Pada Agustus, makin banyak pihak yang menerornya soal penerimaan commitment fee. Di antaranya Dadong, Sekretaris Jenderal Direktorat P2MKT I Nyoman Suisnaya, ataupun konsultan proyek Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Sindu Malik.
Kasus suap Rp 1,5 miliar ini terungkap pada 25 Agustus 2011 setelah petugas KPK menangkap I Nyoman Suisnaya, Dadong, dan kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati. Uang suap itu diberikan untuk proyek senilai Rp 73 miliar di empat kabupaten di Papua. Dharnawati telah divonis 2 tahun 6 bulan penjara.
IRA GUSLINA