TEMPO.CO, Jakarta- Penolakan masyarakat adat Dayak di Palangkaraya terhadap Front Pembela Islam dinilai sebagai kekecewaan terhadap negara. Negara dinilai tidak bisa berdiri tegak terhadap segala bentuk aksi-aksi intoleransi. "Ini bentuk kekecewaan terhadap negara," kata Peneliti SETARA Institute, Ismail Hasani dalam siaran pers yang diterima Tempo, Ahad, 12 Februari 2012.
Pengajar Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta menyatakan tindakan warga Palangkaraya bukanlah penolakan terhadap kebebasan berserikat dan berekspresi. Tetapi mereka menolak cara-cara anggota FPI yang selama ini identik dengan cara-cara kekerasan dalam melakukan aksinya.
Ismail menjelaskan penolakan yang dilakukan warga suku Dayak menyiratkan ada pesan gamblang bahwa intoleransi dan penyeragaman ditolak oleh masyarakat Indonesia. Penyeragaman atas nama agama dan moralitas selama ini diusung FPI. "Ini ditolak oleh masyarakat majemuk Indonesia," kata dia.
Ismail menilai negara selama ini tidak bisa berdiri tegak pada kelompok-kelompok intoleran yang mengancam kemajemukan bangsa. Kelompok ini dianggap punya kekebalan atas hukum. Negara dia nilai melakukan pembiaran atas kasus kekerasan ini. Peristiwa, kata dia, seharusnya menjadi dorongan agar negara segera bertindak untuk memastikan kemajemukan. "Negara harus menjamin kebebasan warga," ujarnya.
Dia berharap, penolakan terhadap FPI jangan sampai menimbulkan ketegangan baru di masyarakat. Dia meminta ada konsolidasi untuk menolak aksi kekerasan dan tindakan destruktif lainnya yang mengikis kewibawaan negara hukum dan integritas bangsa.
Baca Juga:
I WAYAN AGUS PURNOMO
Berita Terkait
Tokoh FPI Habib Rizieq Salahkan Gubernur Kalteng
Tak Punya Ongkos, FPI Diturunkan di Banjarmasin
Habib Rizieq: Ada yang Ingin Adu Domba FPI
Gus Solah: Saatnya FPI Introspeksi
Gus Solah Sarankan FPI Lakukan Survei
Taufiq Kiemas Minta FPI Hormati Kearifan Lokal Dayak
Gara-gara Kakak Nazar, Empat Pejabat Dicopot