TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu aktivis 1998 Ray Rangkuti menyayangkan keputusan Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Pasal 1 angka 4 UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Rangkuti menilai jika pasal itu tidak diubah, mantan Presiden Soeharto masih punya peluang untuk mendapat gelar pahlawan.
“Definisi pahlawan dalam pasal itu mengacu pada tentara. Kalau pakai kriteria itu, Soeharto berpeluang mendapat gelar pahlawan,” kata Rangkuti saat dihubungi Tempo, Kamis malam, 9 Februari 2012.
Sejumlah aktivis 1998, kata Rangkuti, memiliki kekawatiran cukup besar terkait gelar pahlawan terhadap almarhum presiden ke-2 Republik Indonesia itu. Sebagai mantan presiden sekaligus tentara, Soeharto mendapatkan banyak gelar dan tanda jasa. Apalagi, bekas partainya, Golkar, hampir setiap tahun memberi gelar dan penghargaan.
Penghargaan tertinggi Bintang Mahakarya Gotong Royong merupakan gelar paling gres yang diberikan Golkar pada Soeharto pada pertengahan bulan lalu. Gelar itu juga diberikan pada mantan presiden RI Soekarno. Pemberian gelar itu diakui Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, sebagai usaha mendorong pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono supaya memberikan gelar pahlawan nasional pada Soeharto.
“Ajaib kalau sampai Soeharto dapat gelar pahlawan,” kata Rangkuti. “Kalau dia pahlawan, aktivis 1998 yang melengserkan dia disebut apa?”
Rangkuti menjelaskan niat mengajukan permohonan uji pasal gelar pahlawan ke MK karena popularitas Soeharto melonjak di kalangan masyarakat. Ketika masa reformasi mulai dianggap tidak mampu menyejahterakan kehidupan masyarakat, figur Soeharto kembali dirindukan. Terlebih lagi, lanjut dia, Golkar terus saja memberi banyak penghargaan.
“Kami terus membantah argumentasi itu dan menjelaskan reformasi tetap lebih baik daripada zaman Soeharto hingga kami menemukan pasal itu dan mengajukannya ke MK,” kata Rangkuti.
Di dalam pasal itu, Rangkuti menambahkan, tidak memungkinkan orang yang telah berjasa pada bangsa dan negara mendapat gelar pahlawan karena lebih mengacu pada tentara.
Sejumlah aktivis 1998 akan mendiskusikan penolakan MK. “Ada kemungkinan kami akan mengajukan kembali uji materi ke MK setelah memperkuat dalil dan pasal-pasalnya,” katanya.
Rangkuti dan rekan-rekannya sesama aktivis 1998 berpendapat Pasal 1 angka 4 UU 20/2009 ini harus diperluas tafsirnya, yaitu warga negara yang mendapat gelar pahlawan nasional bukan hanya yang gugur karena membela bangsa dan negara, tetapi juga membela kebenaran selama berjuang melawan ketidakadilan. Dalil inilah yang digunakan untuk mengajukan permohonan ke MK.
Namun, Mahkamah Konstitusi berpendapat nilai yang diusulkan para pemohon itu telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari makna azas-azas dan syarat pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan yang disebut dalam Undang-Undang a quo. “Pasal 1 angka 4 UU 20 Tahun 2009 tidak bertentangan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945,” ujar Hakim Konstitusi, Ahmad Fadlil Sumadi.
RINA WIDIASTUTI
Berita Terkait
Alasan Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan
MK "Muluskan' Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Empat Tahun Meninggal, Soeharto Jadi Pahlawan?
Penghargaan Tertinggi Buat Soekarno dan Soeharto
Soeharto dan Gus Dur Luput Jadi Pahlawan
Peringatan Hari Pahlawan Tanpa Pejabat Pusat
PKB Sesalkan Abdurrahman Wahid Belum Pahlawan
Syafruddin dan Buya Hamka Pahlawan Nasional