TEMPO.CO, Jakarta- Konsultan anggaran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sindu Malik memohon kepada hakim agar tidak memutar dalam sidang rekaman pembicaraannya via telepon dengan sejumlah orang. Rekaman itu adalah hasil sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penanganan kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID).
"Mohon Yang Mulia untuk tidak diputar, karena saya merasa tersiksa," kata Sindu dalam sidang terdakwa kasus suap DPPID I Nyoman Suisnaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI, Senin 6 Februari 2012.
Ketua Majelis Hakim Sudjatmiko menolak permohonan itu. Alasannya, yang berkewenangan memutus sebuah rekaman diputar atau tidak bukanlah saksi, melainkan hakim.
Lebih dari lima rekaman yang memuat suara Sindu diputar dalam sidang. Di antaranya percakapan bekas pegawai Kementerian Keuangan itu dengan Ali Mudhori, Dharnawati, Dominggus Robert, M. Fauzi, dan Dhani Nawawi. Dalam sejumlah rekaman, tersirat peran Sindu dalam penyerahan commitment fee dari Dharnawati selaku pihak swasta, ke pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Rekaman tersebut diputar jaksa Muhibuddin dalam sidang lantaran Sindu terus memberi keterangan berbelit-belit dalam sidang. Bahkan, saking kesalnya, Muhibuddin pun sempat “mengancam” Sindu. “Kalimat Anda itu dicatat malaikat Munkar-Nakir, lho. Boleh Anda sembunyi dari manusia, tapi tidak dari Tuhan. Umur Anda itu sudah 56 tahun, lho. Jangan sampai menghadap Tuhan dengan kebohongan,” ujarnya.
Diperingatkan sedemikian rupa, Sindu tak “kapok”. Ia pun terus berkelit saat ditanya hakim dan jaksa seputar pembagian fee dari Dharna. Sindu juga memberi jawaban berputar-putar saat ditanya soal posisi jabatannya di Kemenakertrans. “Saya hanya konsultan Ali Mudhori (bekas Staf Asistensi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar), tapi tidak diangkat secara formal,” kata dia.
Penasaran, Sudjatmiko pun menanyai Sindu, mengapa sebagai konsultan Kemnakertrans, bisa wira-wiri ke Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Sindu, ia bisa mendapat “keistimewaan” itu karena saat masih menjadi pegawai Kemenkeu, sempat berurusan dengan Banggar. “Saya hanya moderator, yang membawa makalah begitu,” ujarnya, disambut tawa pengunjung sidang.
Dalam kesaksiannya hari ini, Dharnawati menyebut Sindu kerap menerornya soal commitment fee 10 persen dari proyek senilai Rp 73 miliar itu. Menurut Dharna, karena gerah, ia akhirnya memutus kontak dengan Sindu, dan ganti berkoordinasi dengan Nyoman dan pejabat Kemnakertrans lainnya, Dadong Irbarelawan.
Kasus suap DPPID terkuak setelah petugas KPK menangkap Nyoman dan Dadong di kantor Kemnakertrans Kalibata, Jakarta Selatan, 25 Agustus 2011. Saat penangkapan, petugas KPK juga menemukan kardus durian berisi duit Rp 1,5 miliar. Duit itu adalah sebagian commitment fee yang diberikan Dharnawati, karena perusahaannya mendapat proyek DPPID di empat kabupaten di Papua.
ISMA SAVITRI