TEMPO.CO, Jakarta - Ahmad Yani, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, mengatakan jumlah wakil menteri di kabinet saat ini terlalu banyak. "Jumlahnya kebablasan," ujarnya seusai sidang di Mahkamah Konstitusi, Selasa, 24 Januari 2012.
Ia menilai posisi wakil menteri tidak dibutuhkan di seluruh kementerian. Hanya kementerian yang dianggap memiliki cakupan unsur kerja luas yang membutuhkannya. Di mana wakil menteri itu nantinya bertugas membantu menteri dalam kerja koordinasi, sinkronisasi, dan penajaman kerja. "Posisi wakil menteri yang tepat ada di Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Dalam Negeri," ujarnya.
Ketua Pansus RUU Kementerian Negara Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan posisi wakil menteri lahir dari pengalihan atas penolakan pemerintah terhadap posisi staf khusus. Sebelumnya DPR mengusulkan lima orang staf khusus untuk membantu kinerja menteri. "Rumusan tersebut dapat tentangan khusus dari pemerintah," ujarnya.
Agun mengatakan RUU Kementerian Negara dirancang sebagai norma yang bisa menjadi kewenangan presiden. Contohnya, dalam Pasal 10 yang berbunyi lengkap, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu,” terdapat kata 'dapat'. Kata tersebut kemudian menjadi hak dan kewenangan presiden untuk perlu mengangkat atau tidak untuk sebuah kementerian.
Agun hadir sebagai saksi sekaligus ahli dalam sidang perkara nomor 79/PUU-IX/2011 di Mahkamah Konstitusi. Sedangkan Ahmad Yani hadir mewakili DPR. Sidang ini menguji Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang diajukan Gerakan Nasional Pidana Korupsi.
GNPK menilai pengaturan jabatan wakil menteri pada kementerian tertentu yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945.
M. ANDI PERDANA