TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berencana membentuk tim penyelesaian sengketa agraria karena khawatir insiden di Kabupaten Mesuji, Sumatera Selatan, dan di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, terulang lagi di daerah lainnya.
"Ini karena melihat potensi sengketa agraria banyak sekali," kata Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim di kantor Komnas HAM, Senin, 26 Desember 2011.
Potensi konflik itu, kata Ifdal mencontohkan, ada di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, dan di Kalimantan Timur. Khusus di Pulau Padang, warga menggelar aksi jahit mulut di depan gedung DPR sejak awal Desember 2011. Mereka menuntut agar PT RAPP menghentikan aktivitas di hutan tanaman industri karena dianggap telah merusak ekologi dan mengancam penduduk sekitar.
Ifdal mengatakan tim itu nantinya di antaranya Ombudsman, Dewan Kehutanan Nasional, dan Komnas HAM. "Pada Januari 2012 kami akan mulai membicarakannya," ujarnya.
Menurut dia, keberadaan tim itu akan berfungsi menyelesaikan konflik agraria di lintas sektor. Sebab, Badan Penyelesaian Konflik Agraria di bawah naungan Badan Pertanahan Nasional tidak efektif menyelesaikan sengketa agraria lintas subsektor.
"Sebenarnya pembentukan tim ini sudah pernah kami usulkan ke pemerintah, tapi belum direspons," kata Ifdal menambahkan.
Dia juga berharap tim itu dapat mencegah terjadinya bentrokan pada masyarakat akibat sengketa agraria seperti yang terjadi di Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Bima.
Peristiwa berdarah di Mesuji terjadi pada April dan November lalu, yang disebut menewaskan sampai 30 orang. Warga bersengketa dengan perusahaan sawit PT Sumber Wangi Alam.
Adapun insiden di Bima pada 24 Desember lalu menewaskan tiga orang warga. Warga memprotes Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, yang memberikan izin penambangan emas kepada PT Sumber Mineral Nusantara karena dianggap merusak hutan dan mengganggu mata pencaharian mereka sebagai petani.
RUSMAN PARAQBUEQ