TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai konflik yang berujung pada hilangnya nyawa masyarakat tak hanya menjadi urusan kepolisian. Menurutnya, konflik yang terjadi antara pihak aparat keamanan sebagai alat negara dan masyarakat harus ditangani langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Presiden SBY tidak boleh minimalis dalam menyikapi konflik berdarah yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini. Harus ada upaya dan inisiatif dari Presiden untuk meminimalkan konflik berdarah antarwarga ataupun warga versus aparat keamanan," ujarnya kepada Tempo, Ahad 25 Desember 2011.
Kemarin, bentrokan antara polisi dan masyarakat kembali terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat. Kali ini polisi menembaki dua orang aktivis mahasiswa yang memprotes aktivitas pertambangan di sana hingga tewas. Aksi brutal aparat kepolisian ini juga menyebabkan beberapa aktivis mahasiswa terluka.
Dua pekan lalu masyarakat juga digemparkan dengan aduan masyarakat Lampung ke DPR RI. Mereka mengadukan tindak pembantaian terhadap sekitar 30 orang di wilayah Kabupaten Mesuji, Lampung. Sebelum itu konflik berdarah juga terjadi di Papua yang mengakibatkan beberapa orang tewas akibat diberondong peluru polisi.
Bambang mengaku prihatin atas meningkatnya intensitas tindak kekerasan berdarah yang muncul beberapa waktu belakangan ini. Keprihatinannya muncul lantaran dalam berbagai kejadian banyak nyawa masyarakat yang harus terenggut akibat masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cara damai. "Persoalan utamanya adalah mengapa nyawa manusia harus dikorbankan, sementara setiap permasalahan bisa diselesaikan melalui dialog, musyawarah, atau proses hukum," tuturnya.
Ia mengaku khawatir kejadian seperti ini akan meluas dan mengakibatkan kekacauan dalam skala besar jika tidak segera ditangani. Ia juga khawatir jika kejadian seperti ini terus berulang, masyarakat akan frustrasi menghadapi aparat keamanan dan mengakibatkan mereka menghalalkan segala cara.
"Kalau kecenderungan ini tidak segera dikendalikan, saya khawatir akan menjadi preseden. Dalam arti kelompok-kelompok masyarakat menghalalkan tindak kekerasan, termasuk membunuh, untuk menyelesaikan setiap persoalan yang mengemuka di ruang publik," ujarnya.
Kecenderungan seperti ini, menurutnya, sangat berbahaya. Karena itu, ia meminta Presiden segera melakukan tindakan penyelesaian dan pencegahan agar konflik serupa tak terjadi lagi. "Rangkaian peristiwa kekerasan berdarah itu barangkali akan menggejala di mana-mana. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden harus merespons gejala negatif itu," tuturnya.
Ia pun menyarankan kepada Presiden untuk segera membangun komunikasi intensif dengan kepala-kepala daerah yang menjadi lokasi konflik dan berpotensi konflik. Bambang mengatakan Presiden tak bisa lepas tangan dengan alasan apa pun. "Menyikapi rangkaian peristiwa berdarah itu, Presiden tidak boleh lepas tangan karena alasan otonomi daerah. Sebaliknya, Presiden justru harus proaktif berkomunikasi dengan kepala daerah yang menjadi lokasi peristiwa berdarah itu," ujarnya.
FEBRIYAN