TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum perburuhan dan jaminan sosial Surya Tjandra mengatakan hanya 30 persen buruh formal yang menjadi peserta Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). ”Hanya sekitar 9 juta dari 30 juta buruh formal,” ujarnya saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Rabu, 21 Desember 2011.
Surya hadir sebagai saksi ahli sidang permohonan uji materi Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Dia mengatakan undang-undang ini menimbulkan beberapa kerugian terhadap buruh. Menurutnya, undang-undang tersebut tidak melibatkan buruh secara aktif untuk menyertakan diri dalam Jamsostek. ”Kepesertaan buruh dalam Jamsostek dalam undang-undang mesti diurus oleh perusahaan. Faktanya, banyak dari mereka tidak mendaftarkan ke Jamsostek,” ujarnya.
Surya menilai, pihak Jamsostek juga gagal memberi jaminan sosial yang luas kepada buruh. Selain jumlah pesertanya yang minim, dia melanjutkan, perluasan kepesertaannya relatif sulit. "Ini adalah dampak Jamsostek sebagai BUMN. Jadi, terbebani kewajiban mencari untung," ujar Surya. Ia menilai hal tersebut bertentangan dengan prinsip jaminan sosial yang nirlaba. Keuntungan Jamsostek, dikatakannya, tidak dirasakan manfaatnya oleh buruh.
Pemerintah yang diwakili Mualimin Abdi membantah pernyataan Surya. Ia mengatakan keuntungan yang didapat Jamsostek dipakai untuk perluasan kepesertaan pada buruh.
Sidang uji materi yang dimohonkan oleh M. Komarudin itu akan dilanjutkan pada Rabu, 11 Januari 2012. Rencananya, agenda sidang bernomor perkara 70/PUU-IX/2011 akan menghadirkan saksi ahli Jamsostek dari pihak pemerintah.
Pemohon meminta uji materi atas pasal 4 (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek. Menurut mereka, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, secara otomatis aturan pelaksanaan Jamsostek tidak berlaku lagi.
Baca Juga:
MOHAMMAD ANDI PERDANA