TEMPO Interaktif, YOGYAKARTA:-Sukmawati Soekarnoputri, puteri keempat mendiang Bung Karno meluncurkan sebuah buku kesaksian sejarah "kudeta" sang ayah. Buku berjudul "Creeping Coup D'etat" merupakan catatan kesaksian Sukmawati terhadap apa yang terjadi setelah Gerakan 30 September (G 30 S) Partai Komunis Indonesia 1965.
"Kegundahan pencarian kebenaran membuat saya menulis buku ini," kata Sukmawati saat peluncuran bukunya di Ambarrukmo Plaza, Yogyakarta, Kamis 8 Desember 2011 malam.
Sukmawati mengatakan, kudeta terhadap Soekarno yang sesungguhnya bukanlah kudeta oleh Partai Komunis Indonesia tetapi oleh Dewan Jenderal yang dikendalikan oleh Mayor Jenderal Soeharto. Namun, Dewan Jenderal yang sesungguhnya justru dibantai oleh Soeharto.
Dia menegaskan, komandan kudeta pada waktu itu adalah Soeharto dengan alat tentara Angkatan Darat. Memang diakui ada sebab lain yaitu DN Aidit sebagai pemimpin PKI terkecoh dengan intrik internal Angkatan Darat. Selain itu juga keblingernya pimpinan PKI, lihainya Nikoli (neo kolonialisme/asing) dan oknum-oknum di pemerintahan.
Dijelaskan, kudeta merangkak dalam teori Cornell oleh Ben Anderson ada empat yaitu kudeta empat tahap. Pertama yang menjadi target presiden, kedua panglima, ketika orang yang dalam pemerintah dan partai pendukung.
Tetapi cara kudeta yang dilakukan terhadap Soekarno berbeda. Yaitu pertama jenderalnya dulu yang dibantai, kedua menteri-menteri (16 menteri) dalam kabinet Trikora ditangkap dan dipenjara tanpa proases pengadilan, lalu pembantaian partai pendukung dalam hal ini PKI. "Baru presidennya disingkirkan tidak boleh memerintah kembali," kata Sukmawati.
Karena sang ayah dikudeta secara perlahan itu, lalu diperlakukan dengan tidak adil, Sukmawati tidak akan pernah memaafkan Soeharto.
Ketua Umum Partai Nasional Indonesia dan Marhainisme itu menyatakan terbitnya buku itu supaya ada perubahan paradikma stigma yang menyudutkan PKI dan PNI pada waktu itu yang dipersalahkan tanpa ada proses hukum.
Buku 160 halaman terbitan kerjasama Yayasan Bung Karno dan Media Pressindo ini mengulas secara detail dan kronologis kudeta yang dilakukan Soeharto terhadap Soekarno.
"Bapak waktu itu tidak dekat dengan Soeharto, yang paling dekat adalah A Yani yang menjabat Panglima Angkatan Darat," kata dia.
Kata pengantar dalam buku itu ditulis oleh Asvi Warman Adam, peneliti LIPI. Ia menuliskan, kudeta merangkak adalah rangkaian kegiatan untuk mengambil kursi kepresidenan secara bertahap sejak 1 Oktober 1965 hingga 1966.
"Upaya pengambilan kekuasaan memang dilakukan kelompok Soeharto secara serius," kata Asvi dalam kata pengantar buku itu.
Surat perintah sebelas Maret (Supersemar), tulis dia, bukan keluar secara mendadak atau bukan inisiatif mendadak M Jusuf, Basuki Rahmat dan Amir Machmud. Pada 9 Maret 1966 Soeharto melalui Jenderal Alamsyah telah mengutus dua penguasa yang dekat Bung Karno (Dasaad dan Hasyim Ning) ke Istana Bogor untuk membujuk beliau menyerahkan pemerintahan.
"Tidak berhasil dibujuk, maka dilakukan penekanan terhadap Bung Karno, antara lain dengan demonstrasi besar-besaran mahasiswa pada 11 Maret 1966," tulis Asvi.
MUH SYAIFULLAH