TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis terhadap enam pelaku teroris asal Klaten. Dalam amar putusannya, majelis menjatuhkan hukuman enam dan lima tahun penjara. “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme,” ujar ketua majelis hakim, Musa, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis, 8 Desember 2011.
Keenam terdakwa adalah Roki Aprisdianto, 29 tahun, Agung Jati Santoso, 21 tahun, Tri Budi Santoso (20), Nugroho Budi Santoso (19), Yuda Anggoro (19 ), dan Joko Lelono (18). Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 UU Terorisme karena merencanakan peledakan sejumlah bom di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, sejak Desember 2009 hingga Januari 2011.
Putusan yang dibacakan secara terpisah itu memvonis Roki hukuman enam tahun penjara, lebih berat dibanding terdakwa yang lain, karena ia mendalangi aksi teror tersebut. Adapun terdakwa lain mendapat hukuman lima tahun penjara. Vonis para terdakwa itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 8 tahun penjara bagi Roki dan tujuh tahun penjara bagi kelima terdakwa yang lain.
Keterlibatan para terdakwa bermula dari pengajian di Masjid Muhajirin, Klaten, pada tahun 2008. Selang beberapa waktu kemudian, Roki mengumpulkan kelima terdakwa lain di Masjid Tarbiyah, Sukoharjo. Di sanalah ia mendoktrin arti penting jihad dengan cara amaliat ightalayat, yakni menyerang serta membunuh orang kafir serta orang yang tunduk pada hukum pemerintah Republik Indonesia.
Sejak saat itu, Roki mendaulat dirinya sebagai Amir, pimpinan utama tim ightyalat, dan membentuk struktur organisasi. Ia pun mewajibkan setiap anggotanya mengikuti pelatihan fisik dan memfasilitasi sebagian anggota tim keahlian merakit bom melalui Irfan, murid Neril, alias Soghir, yang merupakan murid langsung (alm.) Dr Azhari. "Gerakan ini mendapat dukungan dana dari kelompok Tim Hisbah pimpinan Sigit Qordowi," kata Musa.
Bantuan dana itu mereka belanjakan sejumlah bahan material pembuat bom berdaya ledak rendah seperti Portasium Nitrat. Bom rakitan itu lalu mereka letakkan di sejumlah tempat seperti pos polisi Dukuh Kerunbaru, pos polisi lintas pertigaan Delangu, Gereka Kristen Jawa, Gereja Kristen Jawa Manjung, Gereja Kapel Santa Ancilla, Polsek Pasar Kliwon, Gereja Katolik Kristus Raja Gatak, dan di kandang kerbau Kiai Selamet di Keraton Solo.
Sebagian bom tersebut sempat meledak dan mengakibatkan kerusakan kecil pada bangunan, seperti yang terjadi di Gereja Kristus Raja Gatak. Sementara bom-bom yang lain berhasil dijinakkan petugas Detasemen Khusus Antiteror. "Tidak ada alasan pemaaf untuk itu semua. Tindakan terdakwa telah menciptakan teror dan rasa takut bagi masyarakat dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam memerangi tindak terorisme," kata Musa.
Hal yang meringankan dakwaan itu adalah perilaku sopan para terdakwa selama proses persidangan. Para terdakwa juga dinilai masih muda dan belum pernah dihukum terkait kasus serupa sebelumnya. Usai pembacaan vonis tersebut, para terdakwa mengaku dapat menerima putusan tersebut. Namun pihak pengacara mengaku akan mempertimbangkan upaya banding. “Kami pikir-pikir dulu,” ujar jaksa Rini Hartatie.
RIKY FERDIANTO