TEMPO Interaktif, Surabaya - Pemerintah Kota Surabaya mengakui terjadi kesalahan penghitungan saat mengajukan usulan biaya pulsa Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2012. “Staf kami salah pada saat entry data,” kata Kepala Bagian Umum dan Protokoler Pemerintah Kota Surabaya, Wiwik Widiyati, Kamis, 24 November 2011.
Menurut Wiwik, angka yang seharusnya dimasukkan adalah sekitar Rp 100 juta. Namun yang terketik Rp 1,1 miliar. Sesuai dengan pembahasan di internal Pemerintah Kota, jatah pulsa untuk Wali Kota terdiri dari Rp 2,25 juta per bulan untuk pulsa pasca bayar, atau Rp 27 juta per tahun, dan 30 voucher isi ulang Rp 100 ribu per bulan, atau Rp 30 juta per tahun. Jadi, kata Wiwik, total pulsa Wali Kota untuk satu tahun Rp 57 juta.
Baca Juga:
Adapun untuk Wakil Wali Kota, Rp 27 juta untuk pulsa pascabayar dan Rp 18 juta untuk prabayar terdiri dari 18 voucher. Dengan begitu dalam satu tahun jatah pulsanya Rp 45 juta.
Wiwik beralasan pula terjadi error pada program entry data. Sebab sudah ditetapkan jatah pulsa untuk Wali Kota ataupun Wakil Wali Kota sama dengan tahun lalu. “Sudah tidak ada masalah karena datanya sudah kami perbaiki,” ujarnya saat ditemui di sela-sela pembahasan RAPBD di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya.
Namun anggota Komisi Pembangunan yang juga Ketua Badan Kehormatan DPRD Surabaya, Agus Santoso meragukan, dalih Wiwik ihwal salah entry data. "Kalau DPRD tidak menemukan keanehan karena nilainya sangat besar, pasti usulan itu lolos. Lalu siapa yang sesungguhnya (menggunakan) dana pulsa itu?" ucapnya dengan nada tanya.
Politikus Fraksi Demokrat itu menduga Tim Anggaran Pemerintah Kota Surabaya sengaja memasukkan anggaran besar untuk biaya pulsa. Sebab pertanggungjawaban penggunaan pulsa juga sulit diaudit. Dugaan tersebut didasari pada keharusan bahwa data RAPBD yang masuk ke DPRD seharusnya adalah data final usulan Pemerintah Kota. Data tersebut tentunya sudah melalui proses pembahasan dan editing yang cukup ketat.
Hal yang sama diungkapkan Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Syaifudin ZUhri. "Kalau memang ada staf yang salah, ya diberi sanksi. Itu kesalahan fatal. Kok bisa Rp 100 juta menjadi Rp 1 miliar," tutur dia. Kesalahan tersebut menjadi bukti lemahnya koordinasi antara Wali Kota, para staf ahlinya, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada.
Diberitakan sebelumnya, dalam RAPBD, yakni pada nomenklatur belanja rumah tangga kepala dan wakil kepala daerah bernomor 5.2.2.03.01 poin ponsel VIP Kepala Daerah, tertera jatah pulsa untuk Wali Kota Rp 1,1 miliar.
Secara terperinci diuraikan jatah pulsa Wali Kota terdiri dari
pembelian voucher fisik Rp 100 ribu sebanyak 300 buah dengan nilai Rp 30 juta, ditambah beban perkiraan pembayaran pulsa paska bayar Rp 1,080 miliar.
Sedangkan untuk Wakil Wali Kota berupa voucher Rp 100 ribu sebanyak 180 buah, atau Rp 18 juta, dan tagihan paska bayar Rp 595 juta.
Wakil Wal Kota Bambang Dwi Hartono menyatakan terkejut dengan angka sebesar itu. Dia tidak tahu-menahu usulan tersebut. Sebab, selama periode Januari hingga November 2011 hanya Rp 17.405.714.
FATKHURROHMAN TAUFIQ