TEMPO Interaktif, Sumenep - Enam dari sembilan kepala desa di Kecamatan Pulau Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, akhirnya mengakui tidak mendistribusikan jatah beras untuk warga miskin di desanya selama dua bulan berturut-turut, yaitu bulan Januari dan Februari 2011 lalu.
Enam kepala desa yang dirahasiakan identitasnya itu berani mengaku setelah muncul banyak aksi mahasiswa agar kejaksaan menyidik kasus dugaan penggelapan raskin sebanyak 500 ton di Pulau Sapeken.
"Seluruh kades di Sapeken kami undang hearing di DPRD. Ternyata dari sembilan kades, enam mengaku tidak menyalurkan raskin," kata anggota Komisi Pemerintahan DPRD Sumenep, Hasan Mudhari, Sabtu, 19 November 2011.
Menurut Hasan, belum dihitung berapa banyak raskin yang tidak disalurkan enam kades tersebut, apakah lebih dari 500 ton atau kurang. Yang terpenting saat ini, kata dia, kasus raibnya raskin jatah keluarga miskin di Pulau Sapeken sudah menemukan titik terang.
Hasan meminta Pemerintah Daerah Sumenep segera mengusut lebih dalam dan memastikan para kepala desa penilap raskin mengganti beras tersebut. Penggantian minimal harus sudah rampung sebelum 2011 tutup tahun. "Kami juga akan turun ke Sapeken. Mau cek apakah benar hanya dua bulan atau lebih," ujar dia.
Soal proses hukum kepada kades penilap raskin, Hasan mendukung kejaksaan dan kepolisian untuk segera mengusut dan menetapkan tersangka. "Supaya jadi pelajaran bagi kades lainnya," tutur dia.
Kepala Bagian Perekonomian Setkab Sumenep, Saiful Bahri, mengaku tidak yakin hanya dua bulan yang tidak didistribusikan. Sejumlah warga Sapeken mengaku empat bulan, dari bulan Juni hingga September, tidak menerima raskin. "Kasus ini memang harus diusut tuntas," ujarnya.
Menurut Saiful, jika warga tidak melapor, kasus raibnya raskin barangkali tidak terungkap karena seluruh syarat administrasi penebusan raskin oleh perangkat desa di Sapeken tidak ada yang ganjil. "Jatah raskin 2011 untuk Pulau Sapeken 1,6 juta ton. Proses penebusannya tidak ada yang menyimpang," ucap dia lagi.
MUSTHOFA BISRI