Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Belajar Budaya Jepang di Sekolah

image-gnews
AP/Shuji Kajiyama
AP/Shuji Kajiyama
Iklan

TEMPO Interaktif, - Rany Sri Wahyuni Rahman, siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) 8, Makassar, tampak asyik memperhatikan ningyou, boneka yang terbuat dari kain flanel. Boneka dengan karakter perempuan berponi rata dan berkimono ini terpajang di meja pameran.

Dari meja tersebut, Rany berpindah ke meja lain. Kali ini, di gerai milik SMA Muhammadiyah Makassar ia menemukan pohon Tanabata beranting bambu, tempat menggantungkan doa dan harapan.

Di Jepang, Tanabata merupakan tradisi kuno untuk mendoakan arwah leluhur atas keberhasilan panen dan perayaan lainnya. Orang-orang menulis harapan dan doa di atas selembar kain atau kertas dan kemudian digantungkan di pohon tersebut. "Tapi kali ini kami juga menggantungkan boneka teruterubozu," ucap Irmawati, guru bahasa Jepang SMA Muhammadiyah. Boneka ini dipercaya dapat menangkal hujan dan biasanya digantungkan di depan pintu rumah orang Jepang.

Pernak-pernik ini merupakan hasil karya siswa SMA yang memiliki mata pelajaran bahasa Jepang di sekolahnya. Para pelajar mengikutkan karya mereka dalam festival budaya Jepang yang digelar di aula SMA Katolik Cendrawasih. Tujuan festival ini untuk memperkenalkan kebudayaan Jepang kepada pelajar, terutama kepada siswa yang tidak memiliki mata pelajaran bahasa Jepang di sekolahnya, seperti Rany.

Peserta pameran datang dari berbagai sekolah di Sulawesi Selatan yang memiliki mata pelajaran bahasa Jepang. Selain itu, menurut ketua pelaksana Rosneneng Juanda, festival ini digelar untuk mendekatkan budaya Jepang dan membiasakan bahasa Jepang di telinga para pelajar. Apalagi saat ini bahasa Jepang dinilai kurang dilirik pemerintah. "Jadi di sini kami mencoba mengenalkan kepada mereka," katanya.

Festival yang diikuti oleh 11 sekolah ini memperlihatkan keahlian mereka dalam memahami budaya Jepang. Seperti halnya Jumriana Tamrin, siswa akselerasi SMA 17 yang menjaga stan sekolahnya. "Di sekolah, bahasa Jepang diajarkan pada siswa kelas XI, sedangkan untuk kelas X dan XII belajar bahasa Jerman," katanya.

Kedua bahasa ini menjadi pilihan mata pelajaran di sekolahnya karena pelajar yang ingin melanjutkan studi ke negara itu harus menguasai bahasa tersebut. "Jadi bukan hanya bahasa Inggris," ujar dia.

Selain bahasa Jepang, Jumriana mempelajari budaya Jepang, seperti cara menggunakan yukata atau baju tradisional Jepang serta cara membuat origami atau seni melipat kertas. "Origami kami berikan kepada setiap pengunjung di stan kami," katanya. Tidak hanya itu, SMA 17 membentuk kegiatan ekstrakurikuler atau unit kegiatan siswa bernama Jujunana, dari bahasa Jepang yang berarti 17.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Unit kegiatan ini menampung seluruh siswa yang senang atau ingin belajar tentang Jepang. Mereka diajari cara membaca aksara katakana hingga cara membuat manga. "Apalagi, kalau ada festival atau perlombaan seperti ini, anggota kami berlatih secara intens sebulan sebelum acara," katanya.

Pertemuan kelompok ini dilakukan sekali dalam sepekan, yakni pada hari libur atau hari Minggu. Sementara Jumriana memilih masuk ke unit kegiatan siswa Jujunana, Lieny Angel Laury, siswa SMA Katolik Rajawali, cukup mengikuti pelajaran bahasa Jepang di sekolahnya. "Kalau untuk belajar tambahannya saya memilih kursus," kata Lieny, yang telah kursus selama 2 tahun di Kaori, lembaga bahasa dan budaya Jepang.

Kini Lieny mampu menyanyikan lagu Jepang. Saat festival, ia merupakan salah satu peseta lomba menyanyi. Adapun lagu dengan tempo cepat yang dipilihnya berjudul Hikari , lagu milik Baby Stars. Lagu ini bercerita tentang seseorang yang menjalani hidup apa adanya.

Sementara itu, Tiffani Wongso, siswa lainnya, mengenal bahasa Jepang dari komik. Sejak SMP ia rajin memperhatikan nama pada komik dan film untuk dicocokkan dengan lafalnya. "Misalnya, pada nama Naruto, terdapat tiga aksara katakana, yakni huruf Na, Ru, dan To. Selanjutnya terus belajar dan di SMA ternyata ada mata pelajarannya," ujarnya.

Lieny dan Tiffani mendapat beasiswa sekolah ke Jepang pada bidang pengetahuan dan bahasa. Tapi karena umurnya belum genap 17 tahun, mereka tidak mendapat izin.

| KAMILIA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kemdikbudristek Sebut 11 Bahasa Daerah Punah, Apa Penyebab dan Dampaknya?

40 hari lalu

Siswa SDN 295 Pinrang, Sulawesi Selatan, sedang belajar bahasa daerah aksara Lontara Bugis, Sabtu 13 Februari 2021. TEMPO | Didit Hariyadi
Kemdikbudristek Sebut 11 Bahasa Daerah Punah, Apa Penyebab dan Dampaknya?

Sebanyak 11 bahasa daerah dinyatakan punah, 19 lainnya terancam punah. Guru besar Unair menjelaskan penyebab, dampak, dan upaya mencegahnya.


5 Bahasa Tubuh dan Maknanya. Seperti Apa Orang yang Percaya Diri?

31 Oktober 2017

Front Page Cantik. Duduk Silang Kaki. shutterstock.com
5 Bahasa Tubuh dan Maknanya. Seperti Apa Orang yang Percaya Diri?

Tanpa kita sadari, bahasa tubuh seseorang bisa menjadi cermin karakternya.


Sumpah Pemuda, Anies: Siswa di DKI Idealnya Belajar Bahasa Daerah

30 Oktober 2017

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di pendopo Balai Kota Jakarta, Jumat, 27 Oktober 2017. TEMPO/Larissa
Sumpah Pemuda, Anies: Siswa di DKI Idealnya Belajar Bahasa Daerah

Dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda 2017, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, idealnya, siswa di DKI juga belajar bahasa daerah.


Ada Aturan Wajib Gunakan Bahasa Indonesia di Sumut

26 Oktober 2017

Suasana pemandangan Danau Toba yang dilihat dari desa Tongging, Karo, Sumut, Sabtu (25/01). Tempo/Dian Triyuli Handoko
Ada Aturan Wajib Gunakan Bahasa Indonesia di Sumut

Aturan dalam bentuk Perda baru di Sumut itu mewajibkan warga Sumut menggunakan Bahasa Indonesia di tempat umum.


Hadapi Era Globalisasi, Bahasa Inggris Adalah Keharusan

26 Oktober 2017

Ini yang Perlu Dilakukan Agar Efektif Belajar Bahasa Inggris
Hadapi Era Globalisasi, Bahasa Inggris Adalah Keharusan

Belajar bahasa Inggris semakin diperlukan di era global, terutama di kota besar seperti Jakarta


Hasil Penelitian, 7 Bahasa Daerah di Maluku Punah, 22 Terancam

29 Agustus 2017

Ilustrasi bahasa daerah. TEMPO/Imam Sukamto
Hasil Penelitian, 7 Bahasa Daerah di Maluku Punah, 22 Terancam

Potensi punahnya bahasa daerah juga disebabkan adanya pergeseran nilai-nilai budaya di masyarakat.


3 Bahasa Asing yang Dianggap Sulit Dipelajari

4 Mei 2017

sxc.hu
3 Bahasa Asing yang Dianggap Sulit Dipelajari

Apa saja tiga bahasa asing yang dianggap paling sulit itu?


Using Banyuwangi Masuk Bahasa Jawa atau Bukan?  

2 Februari 2017

sxc.hu
Using Banyuwangi Masuk Bahasa Jawa atau Bukan?  

Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage Rahmat Taufiq Hidayat mengatakan karya sastra berbahasa Using masih menjadi perdebatan. Masuk bahasa Jawa atau bukan?


Kapan Waktu yang Tepat Belajar Bahasa Inggris?

31 Januari 2017

Ilustrasi pria bermain dengan anak-anak. baby.ru
Kapan Waktu yang Tepat Belajar Bahasa Inggris?

Konon, belajar bahasa Inggris itu lebih baik sejak balita. Fakta atau mitos?


Keunikan Kemampuan Sinestesia: Bisa 'Mendengar' Warna  

10 Januari 2017

sxc.hu
Keunikan Kemampuan Sinestesia: Bisa 'Mendengar' Warna  

Orang-orang yang bisa berbahasa asing dapat melihat warna tertentu saat mendengarkan musik, atau menyaksikan huruf-huruf dalam warna spesifik.