TEMPO Interaktif, Kediri - Inspektur Jenderal Markas Besar TNI Marsekal Madya Sukirno KS, Jum’at, 21 Oktober 2011, memeriksa kesiapan pasukan Batalyon Infanteri 521 Kediri yang akan bertugas menjaga kawasan perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini selama satu tahun. Mereka terdiri dari 700 hingga 1.000 personil akan diberangkatkan ke Merauke awal November 2011 mendatang.
Pasukan Batalyon Infanteri 521 Kediri menggantikan pasukan Batalyon 405 Surya Kusuma dari Kodam IV Diponegoro yang segera mengakhir tugasnya. “Persiapan sudah bagus,” kata Sukirno.
Sukirno juga mengatakan selain memeriksa peralatan dan kemampuan personil, mereka juga diingatkan tentang ancaman penyakit malaria. Penyakit ini bahkan sudah menjadi momok tahunan yang kerap menimpa pasukan di perbatasan. “Waspada malaria tentunya, tapi itu bisa diatasi,” ujar Sukirno menjelaskan persoalan yang akan dihadapi pasukannya di wilayah itu.
Sementara itu Komandan Yonif 521 Letnan Kolonel Infanteri Sunaryo menampik pemberangkatan pasukan tersebut berkaitan dengan peningkatan gangguan keamanan yang terjadi di Papua beberapa hari terakhir.
Menurut Sunaryo, pemberangkatan pasukan tersebut merupakan tugas tahunan yang diemban anggota Yonif. “Ini tugas rutin, tidak berkaitan dengan ancaman keamanan di sana,” ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sekitar 4.000 orang menggelar Kongres Rakyat Papua III pada Rabu lalu. Kongres yang dibuka Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yeboisembut tersebut kemudian mendeklarasikan berdirinya negara Papua Barat sekaligus memilih presiden dan perdana menterinya. Akibatnya, polisi melakukan pembubaran paksa yang menewaskan enam orang.
Saat ini Polda Papua sudah menahan lima tersangka yang memprakarsai kongres tersebut. Mereka adalah Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yeboisembut, yang oleh Kongres didapuk menjadi Presiden Papua Barat; Edison Gladius Waromi dari Otorita Nasional Papua Barat, yang didaulat menjadi Perdana Menteri Papua Barat; August Makbrawen Sananay Kraar; dan aktivis HAM Papua, Dominikus Sirabut.
HARI TRI WASONO