TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat hukum Hikmahanto Juwana meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang baru tak mengakomodir Rancangan Undang-Undang pesanan asing. “Terkadang ada RUU yang dibuat karena kepentingan asing. Kalau tidak cocok dengan kebutuhan hukum di Indonesia, ya jangan diakomodir,” kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kamis, 20 Oktober 2011.
Ia mencontohkan dua undang-undang yang bermuatan kepentingan asing, seperti Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. “Harus dilihat apakah undang-undang itu betul-betul memfasilitasi kebutuhan rakyat,” katanya.
Ia menilai dua undang-undang itu lebih banyak bermuatan kepentingan asing, meski juga bermanfaat bagi masyarakat. “Muatan asingnya yang harus dikurangi,” dia menegaskan. UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dinilai menguntungkan pengusaha bermasalah, termasuk pengusaha asing yang berinvestasi di Indonesia.
Selain itu, Hikmahanto berharap Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin bisa memerbaiki produk hukum yang sudah tak kontekstual dengan kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia. Ia mencontohkan produk hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. “KUHP sejak zaman Belanda belum direvisi,” katanya.
Menurutnya, sejak lama pemerintah ingin merevisi ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang tidak kontekstual. “Tahun 1970-an sudah ada rancangan KUHP, tapi sampai sekarang enggak ada kabarnya,” ujarnya. Ini menurutnya salah satu pekerjaan rumah besar bagi Amir.
Ia percaya dengan kapasitas Amir sebagai advokat senior. “Sebagai advokat berpengalaman, beliau tahu betul masalah hukum di Indonesia,” katanya. Soal unsur politis di balik sosok Amir, Hikmahanto mengaku tak khawatir. Amir kini juga menjabat sebagai Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat.
Sementara beberapa kader Partai Demokrat diduga terlibat kasus suap dan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. “Sebagai menteri, beliau tidak boleh mengintervensi proses hukum yang dilakukan polisi, jaksa, maupun KPK,” tegasnya.
ISHOMUDDIN